Murtad Menurut Alkitab Bagian - II
BAB II
PENGERTIAN MURTAD
MENURUT PANDANGAN UMUM
Secara umum, pemahaman tiap-tiap orang tentang murtad tentu berbeda-beda. Perbedaan ini bukan hanya terjadi dalam kekristenan saja tetapi juga di dalam agama- agama lain. Kini, topik tentang kemurtadan masih hangat dibicarakan di media sosial seperti televisi, surat kabar dan lain sebagainya, salah satu contohnya seperti isu tentang berpindahnya agama atau keyakinan sejumlah pendeta yang menjadi mualaf atau murtad. Bahkan di antara nama-nama orang yang pindah agama tersebut terdapat nama-nama orang yang pernah menduduki posisi terpenting bahkan dikagumi oleh banyak orang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terutama di kalangan jemaat biasa dan juga menjadi kesaksian yang buruk di mata agama lain. Jika para pengkhotbah saja murtad, apalagi orang Kristen biasa.
Dari peristiwa ini muncul pandangan dan pemahaman yang bervariasi dari berbagai kelompok atau denominasi Kristen. Secara umum, kelompok dan agama-agama di muka Bumi ini mengatakan bahwa seseorang dinyatakan murtad apabila meninggalkan agama tertentu. Apakah pandangan ini benar menurut Alkitab atau tidak? Orang yang sungguh-sungguh mencintai kebenaran tentu tidak merasa puas dan menerima begitu saja pandangan ini. Orang percaya sejati terus-menerus mencari dan membandingkannya dengan Firman Tuhan. Jika manusia salah memahami kebenaran maka akan berakibat fatal dalam kehidupan manusia untuk selama-lamanya. Untuk menghindari hal ini, orang percaya dihimbau untuk memahami dan mengerti ajaran murtad dengan benar.
A. MENURUT ETIMOLOGI
Menurut Etimologi atau asal usul kata, kata murtad dalam Perjanjian Baru berasal dari bahasa Yunani sedangkan Perjanjian Lama menggunakan bahasa Ibrani.
“Kemurtadan (Yunani Apostasia) dipakai dua kali dalam PB sebagai kata benda (Kis. 21:21; 2 Tes 2:3) dan di dalam Ibr. 3:12 dalam bentuk kata kerja (Yunani Aphistemi; dalam versi lain diterjemahkan sebagai “berbalik dari).”
Dalam bahasa Yunani kata murtad berasal dari kata “αᴨᴏστασια” (apostasia), dalam King James Version (KJV) diterjemahkan “falling away, forsake” artinya murtad, kejatuhan yang jauh sedangkan forsake artinya meninggalkan dan mengabaikan. Dalam Perjanjian Baru kata apostasia bergender feminim yang berfungsi sebagai kata benda dipakai sebanyak dua kali yaitu, pertama, dalam Kisah Para Rasul 21:21 berbunyi, “Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita.”
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menerjemahkan kata “apostasia” yaitu “melepaskan.” Melepaskan dalam arti tidak mau percaya pada ajaran lama (maksudnya hukum Musa). Secara konseptual rasul Paulus sedang mengajarkan semua orang Yahudi yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya untuk melepaskan atau menanggalkan hukum Musa dan mengarahkannya untuk menaati Kristus dibandingkan mengurus adat-istiadat yang kurang penting.
Pemakaian kata apostasia yang kedua yaitu di II Tesalonika 2:3, “Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa.” Sesuai dengan ayat tersebut, LAI menerjemahkan kata apostasia yaitu murtad. Frase “haruslah datang dahulu murtad” mengindikasikan bahwa sebelum hari itu (tribulasi) tiba maka harus ada orang yang murtad, artinya, orang murtad pasti ada. Untuk menghindari hal tersebut orang percaya masa kini diingatkan untuk tetap waspada. Waspada terhadap orang-orang dunia yang memiliki moral yang jahat dan yang tidak peduli terhadap hal-hal rohani. Orang percaya juga diingatkan supaya tetap berhati-hati terhadap guru-guru palsu atau pengajar-pengajar sesat (II Petrus 2:1).
Kata murtad yang berfungsi sebagai kata kerja adalah “aphistemi” dipakai sebanyak satu kali yaitu dalam Ibrani 3:12 berbunyi, “waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.” Terjemahan LAI untuk kata “aphistemi” sudah tepat yaitu murtad sedangkan dalam KJV diterjemahkan “unbelief” yang artinya tidak percaya. Dalam perikop lainnya kata aphistemi diterjemahkan “unfaithfulness” artinya tidak setia, sesat (Matius 17:17). Dalam hal apakah kata “aphistemi” (tidak setia, tidak percaya) dimaksud?
Hal pertama yang perlu diketahui ialah Kitab Ibrani ditujukan kepada orang-orang yang telah percaya kepada Kristus. Jadi, kata “tidak percaya atau tidak setia” mengacu kepada orang percaya. Artinya, orang percaya diingatkan agar mereka tidak memiliki hati yang jahat dan tidak mau percaya atau setia lagi kepada Kristus. Kemurtadan dalam bahasa Ibrani yang berfungsi sebagai kata benda feminim yaitu berasal dari kata סרה (Sarah) yang artinya kemurtadan, apostasi. Sedangkan kata kerjanya menggunakan kata סרג (Sug), dalam versi KJV yaitu “move away, backslide, go and come lane.” Arti literalnya yaitu “berpindah, kembali ke belakang dan pergi keluar jalur.” Hal ini menandakan bahwa orang tersebut dahulu berada di jalur yang benar dan melakukan kebenaran tetapi sekarang kembali mengerjakan kebiasaan lama yang tercela.
Berdasarkan asal usul atau etimologi kata baik bahasa Yunani maupun bahasa Ibrani membuktikan bahwa ini tidak mungkin dialami oleh orang yang belum percaya. Untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian yang benar maka pembaca dihimbau untuk menguji pengertian lainnya. “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (I Tesalonika 5:21).
B. MENURUT KBBI
Bagi orang Kristen awam lebih khusus orang Kristen yang tidak bisa bahasa Yunani dan Ibrani pasti akan mengalami kesulitan dalam memahami bahasa asli Alkitab. Solusi lain yang akan diuraikan oleh penulis dalam Thesis ini yaitu memaparkan arti “murtad” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Adanya KBBI akan lebih memudahkan pembaca untuk memahami dan mengerti arti “kemurtadan.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “murtad” artinya “tidak setia kepada agama, membuang iman.” Pengertian inilah yang dipahami oleh sebagian besar agama di dunia ini. Apakah pengertian ini dapat dijadikan sebagai standar kebenaran? Tentu tidak, sebab orang yang menganut agama tertentu belum tentu adalah orang percaya yang sungguh-sungguh kepada Tuhan yang benar. Jika agama menjadi patokan untuk menentukan seseorang murtad maka orang tersebut tidak memiliki kehendak untuk mencari pengajaran yang benar. Bagaimana jika seseorang menganut suatu agama atau berada di dalam gereja yang pengajaran tentang keselamatannya jelas salah lalu keluar meninggalkan agama atau gereja tertentu? Apakah orang tersebut tepat dikatakan murtad? atau sebaliknya orang tersebut patut disebut sebagai orang yang paling beruntung? Pengertian murtad dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi lama memberikan pengertian yang mendetail bahwa murtad berfungsi sebagai kata kerja dengan arti “berbalik ke belakang; berbalik kafir; membuang iman; berganti menjadi ingkar.”
Dari penjelasan di atas sepatutnya pembaca sudah memiliki gambaran akan pengertian kemurtadan yang sesungguhnya. Pembaca juga sudah dapat melihat dan menilai pada posisi kapankah seseorang dikatakan murtad? setelah pembaca mengetahui pengertian murtad menurut etimologi dan Kamus Besar Bahasa Indonesia maka langkah selanjutnya ialah meneliti, menilai atau membandingkan pengertian murtad menurut agama lain. Tujuan dari perbandingan ini ialah untuk menguji antara pengajaran yang benar dengan pengajaran yang salah (I Tesalonika 5:21).
C. MENURUT AGAMA LAIN
Bagi agama tertentu, bisa saja timbul pertanyaan seperti berikut, apakah tujuan mempelajari pengajaran dan mengenal pandangan agama lain? Bukankah semua agama sama? Orang awam biasanya berpandangan bahwa mempelajari pengajaran agama atau denominasi lain tidak ada gunanya. Pola pemikiran demikian adalah jelas salah, sebab dengan mengetahui pengajaran dan pandangan agama lain maka setiap orang akan lebih mudah menentukan pengajaran yang masuk logika, yang sumbernya berasal dari Allah dengan yang bukan dari Allah yang benar. Tuhan telah memberikan akal budi atau pikiran yang baik dan kehendak bebas kepada manusia untuk membedakan antara pengertian yang benar dengan yang salah. Setiap agama pasti memiliki pengertian dan pandangan sendiri. Masing-masing agama pun bebas menentukan doktrin atau ajaran yang diimani dengan sungguh-sungguh. Bisa saja ada suatu agama tertentu tidak memahami dan mengenali agama lain dan dengan sombongnya mengklaim bahwa pengajaran agama tertentu salah. Hal yang perlu diingat oleh setiap orang bahwa sebelum mengklaim agama tertentu sesat maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengenali, meneliti dan membuktikan kesalahannya dengan cara membandingkannya dengan Alkitab, sebab hanya Alkitablah satu-satunya yang dapat memberi jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul (II Timotius 3:16). Untuk membuka dan menambah wawasan pembaca dan orang Kristen awam maka penulis memaparkan pengertian kata “murtad” dari dua agama yang berbeda.
1. MURTAD MENURUT AGAMA ISLAM
“Kemurtadan menurut Islam (Bahasa Arab: ارتداد, irtidād or ridda) didefinisikan oleh kaum Muslimin sebagai keadaan penolakan dalam ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dulunya memeluk agama Islam. Termasuk dalam hal ini ialah tindakan meninggalkan Islam dan sejumlah tindakan pemfitnahan terhadap Islam.”
Agama Islam memakai bahasa Arab sebagai bahasa asli Al-quran (Kitab Sucinya). Menurut Islam, kata “murtad” berasal dari bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu “irtidad” yang artinya tindakan meninggalkan agama Islam baik dengan perkataan, perbuatan maupun dengan keyakinan. Agama Islam percaya bahwa orang murtad adalah orang yang beriman kepada Allah kemudian dengan sukarela meninggalkan ajaran Islam. Orang tersebut dengan yakin meninggalkan imannya, dengan kata lain pengkhianatan tersebut dilakukan atas kehendak sendiri. Kemurtadan ini dianggap sebagai pelanggaran besar dan sensitif. Sebab orang tersebut telah melakukan pengkhianatan terhadap agama Islam sebagai agama satu-satunya dari Allah. Murtad dalam agama Islam bukan saja keluar meninggalkan agama Islam karena berubah keyakinan atau iman tetapi murtad karena perbuatan dan ucapan. Seperti yang ditulis dalam artikel berikut bahwa;
“Dengan demikian murtad digolongkan menjadi:
- Murtad fi’ily atau murtad karena perbuatan, yaitu segala macam aktivitas yang bisa menyebabkan hilangnya iman keislamannya, baik dilakukan secara sungguh-sungguh maupun secara berpura-pura. Contohnya adalah bersujud kepada berhala, melakukan ritual keagamaan di luar agama Islam.
- Murtad qauly atau murtad karena ucapan adalah murtad yang seringkali dilakukan tapi terkadang di luar kesadaran. Contoh, mencemooh Al-Qur’an, memanggil saudara muslim dengan sebutan yang tidak terpuji seperti “Kafir, Yahudi dan sebagainya.” Atau memanggil, menyapa dan menghardik dengan sebutan binatang najis atau binatang diharamkan. Mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad Sululiahu Waallaihi Wassallam.
- Murtad I’tiqadi atau mmurtad karena itikad dari hati, seperti ragu akan adanya Allah, Kitab Suci Al-Qur’an, ragu akan adanya kehidupan setelah mati dan sebagainya yang menyangkut rukun Islam dan rukun iman.”
Dalam agama Islam, iman tidak dianggap lagi sebagai hak pribadi seseorang atas kebebasan memilih. Tetapi lebih dianggap sebagai solidaritas, hak dan tanggung jawab bersama antara pemeluknya. Jika seseorang dianggap murtad menurut perbuatan maka satu orang pun tidak ada yang masuk Sorga. Selain itu konsekuensi dari pengertian di atas yaitu orang yang keluar dari Islam akan mendapatkan hukuman yang berat yaitu hukuman mati. Penetapan hukuman mati untuk orang murtad hanya dapat dilakukan dan diputuskan oleh pengadilan syariat yang resmi ditunjuk oleh pemerintahan Islam. Islam menganjurkan untuk menunda hukuman mati, jika ada harapan seseorang untuk kembali memeluk Islam. Selama penundaan hukuman maka orang tersebut harus dinasehati agar bertobat.
Hal ini dilakukan dalam bentuk debat, dialog dan pemberian harta untuk menghilangkan penyebab dirinya murtad. Hukuman mati membuat para penganutnya takut untuk meninggalkan agama Islam. Konsekuensi logis dari hal ini antara lain pertama, penganutnya menaati agama Islam bukan karena percaya sepenuhnya kepada ajaran-ajarannya melainkan karena takut pada hukuman atau sanksi tersebut. Kedua, para penganutnya tidak memiliki kebebasan untuk mencari pengajaran yang lebih benar di luar agama Islam. Ketiga, kelompok Islam percaya bahwa hanya agama Islam yang menyelamatkan dirinya di luar itu sesat (kafir). Keempat, para penganutnya tidak peduli akan cara mendapatkan kepastian masuk Sorga sebab dirinya sudah merasa aman dalam agama tersebut. Jika Islam mengatakan bahwa di luar agama Islam tidak ada keselamatan berarti agama lain adalah sesat. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah agama Islam mengajarkan konsep keselamatan dengan benar? Jika konsep keselamatan dalam agama Islam saja salah maka otomatis ajaran lain termasuk ajaran tentang kemurtadan sudah pasti salah. Cara mendapatkan keselamatan dalam agama Islam yaitu melalui amal atau perbuatan baik, ibadah dan ketaatannya untuk melaksanakan hukum Islam. Sedangkan jaminan keselamatan menurut agama Islam sebagai berikut:
- “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. Al-Baqarah 25).
- “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berbuat baik (amal shaleh) bagi mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal” (QS. Al-Kahfi: 107).
- “Orang-orang yang beriman dan dan berbuat baik, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah ?” (An-Nisaa’: 122).
Sementara di dalam hadits antara lain:
- Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah Yang Esa, tidak ada sekutu baginya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan (bersaksi bahwa) Isa (Yesus) adalah hamba Allah dan rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan (bersaksi bahwa) surga dan neraka itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai kadar amalnya.”
- Dari Anas ra, Nabi Muhmmad Saw bersabda: “Tidak seorang pun yang bersaksi dengan ketulusan hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah akan mengharamkannya dari api neraka.” (HR. Bukhari Muslim).
- ”Siapa yang mengucapkan di akhir hayatnya LAA ILAAHA ILLALLAH (tiada tuhan selain Allah), niscaya dia masuk surga.”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep keselamatan dalam agama Islam bukan saja memerlukan iman tetapi ditambah dengan usaha manusia yaitu beramal, beribadah dan lain sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa orang yang diselamatkan adalah hanya orang kaya saja sedangkan orang miskin masuk Neraka. Mengapa? Karena orang kaya lebih banyak berbuat amal dari pada orang miskin.
Kelompok Islam memiliki konsep bahwa orang yang keluar dari agama Islam harus dipaksa untuk kembali ke dalam agama Islam. Jika orang tersebut tidak mau kembali maka hukuman mati akan dijatuhkan atasnya. Pola pemikiran demikian sangat tidak logis sebab Allah pada mulanya sudah menciptakan manusia dengan akal budi, hati nurani dan kehendak bebas untuk memilih. Tetapi kelompok Islam melanggar aturan yang telah didesain oleh Tuhan. Kelompok ini memperlakukan manusia layaknya seperti robot yang tidak bisa berbuat apa-apa, yang harus tunduk sepenuhnya pada ajaran Islam.
2. MURTAD MENIRIT AGAMA KATOLIK
Murtad menurut Agama Katolik sangat berbeda dengan pandangan Kristen pada umumnya. Hal ini wajar saja sebab Katolik berbeda dengan Kristen, meskipun ada yang menganggap Katolik sama dengan agama Kristen. Asumsi ini muncul karena ada kelompok yang menerapkan praktek ajaran agama Katolik ke dalam gerejanya, seperti kelompok Lutheran atau Protestan yang menerapkan konsep sakramen baptisan dan perjamuan kudus dalam keselamatan manusia. Sedangkan kelompok lain seperti Baptis, dan sebagainya tidak mengakui ajaran ini. Pemahaman setiap agama tentang keselamatan akan mempengaruhi semua ajaran yang dianutnya. Bagaimana agama Katolik mengartikan kata “murtad”?
“Pengajaran Katolik tentang kemurtadan yaitu adanya penghakiman Allah yang mengerikan atas injil palsu tentang keselamatan oleh kehendak dan perbuatan orang berdosa. Penghakiman Allah atas injil palsu itu adalah ketakutan para pengajar injil palsu ini dan murid-murid mereka bahwa mereka mungkin murtad dari Kristus dan menjadi binasa secara kekal. Inilah ketakutan yang dirasakan oleh semua kaum Katolik Roma. Dogma dari Katolik Roma adalah bahwa tidak seorang pun yang bisa mengetahui secara pasti apakah dirinya akan terus berada di dalam keselamatan dan diselamatkan secara kekal.”
Dari artikel di atas dapat disimpulkan bahwa agama Katolik mengartikan kata “murtad” sebagai tindakan seseorang untuk keluar dari Injil yang benar dan mengikuti injil palsu. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah gereja Roma Katolik mengajarkan Injil yang benar, yang sesuai dengan Alkitab atau sebaliknya? Untuk menilai ajaran agama katolik, maka langkah awal yang perlu diketahui adalah ajarannya tentang keselamatan. Agama Katolik mengajarkan bahwa untuk masuk Sorga seseorang bukan hanya saja beriman kepada Kristus tapi perlu ditambahkan sakramen-sakramen kudus untuk menyucikan dosa.
Seperti yang dicatat oleh Paul Enss dalam bukunya yang berjudul “The Moody Handbook Of Theology” bahwa “Keselamatan dalam teologi Roma Katolik bukan berdasarkan anugerah melalui iman tetapi merupakan penganutan yang kompleks dalam sakramen-sakramen dan upacara-upacara yang disahkan oleh hierarki gereja.” Sakramen yang utama dalam penyucian dosa adalah perjamuan kudus. Karena dalam praktek ini roti dan anggur dianggap benar-benar tubuh dan darah Yesus yang sedang tercabik-cabik di atas kayu salib untuk dosa manusia. Istilah ini disebut sebagai doktrin transubtansiansi.
Pengajaran Katolik tentang murtad sangat bertentangan dengan Ibrani 6:6 yang berbunyi “Namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.” Ayat ini menyatakan bahwa Yesus Kristus hanya mati satu kali saja, tidak berkali-kali. Pemahaman Katolik tentang ajaran keselamatan adalah jelas salah dan menyimpang dari ajaran Firman Tuhan sebab Alkitab tidak mengajarkan bahwa manusia dapat diselamatkan melalui sakramen-sakramen. Alkitab mengajarkan bahwa manusia diselamatkan hanya melalui percaya dan beriman dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa doktrin agama Katolik tidak sepenuhnya didasarkan pada Alkitab melainkan lebih menekankan tradisi yang melampaui otoritas Alkitab. Menurut Alkitab, Injil yang benar adalah Injil yang berasal dari Yesus Kristus. Kata Injil berasal dari bahasa Yunani yaitu “Euanggelion” yang artinya kabar baik. Kabar baik yang dimaksud adalah kabar tentang keselamatan yang berisi tentang Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat (Yohanes 14:6, Kisah Para Rasul 4:12).
Barangsiapa percaya pada Injil tersebut akan diselamatkan. Roma 1:16-17 berbunyi, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” Jadi, di luar Kristus tidak ada keselamatan. Perbedaan antara Kristen Alkitabiah dengan agama Katolik tidak hanya dalam konsep keselamatan saja tetapi juga pada konsep penerimaan kembali orang murtad ke dalam gereja. Agama Katolik menerima kembali orang yang murtad ke dalam Gereja Katolik. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa tidak ada pengampunan bagi orang murtad sebab Kristus hanya disalibkan satu kali saja (Ibrani 6:6). Tradisi agama Katolik untuk menerima kembali orang murtad adalah tindakan yang sia-sia bahkan menjerumuskan penganutnya untuk tidak perlu berhati-hati pada dosa murtad. Seperti yang tertulis pada artikel berikut bahwa:
“Gereja Katolik tidak pernah melarang “mantan” Katolik untuk kembali menjadi Katolik. Sebaliknya, Gereja Katolik selalu terbuka kepada siapa pun yang pernah mengingkari kekatolikan, lalu ingin memeluknya kembali. Ia pasti akan disambut gembira oleh Gereja bila mau balik lagi ke rumahnya. Ia tidak akan ditolak. Sebaliknya, Gereja akan membantunya, menuntunnya untuk melakukan proses rekonsiliasi. Ia akan mendapatkan pelayanan semestinya dari Gereja. Karena itu, para mantan Katolik tidak perlu ragu atau takut bila mau kembali ke Gereja Katolik. Namun, ia tidak bisa begitu saja masuk lagi ke Katolik. Tidak otomatis bagi mereka untuk bisa menerima hak dan kewajiban sebagaimana lazimnya umat Katolik. Ia tidak bisa langsung menerima Komuni suci, meminta pelayanan Sakramen-Sakramen Gerejani (misalnya Sakramen Perkawinan), atau mengambil bagian dalam kegiatan gerejani (contohnya menjadi pengurus Gereja). Ada hal-hal yang harus ia bereskan terlebih dahulu, terutama hal-hal yang menyangkut kesucian/pertobatan pribadi dan hal-hal yang bisa menjadi batu sandungan bagi umat. Setelah hal-hal ini dibereskan, ia diperkenankan kembali ke Gereja Katolik. Pertama-tama, ia harus mantap secara batin/rohani. Ia harus menunjukkan pertobatan. Ia mau menyadari kesalahan yang telah dilakukannya, yakni dengan keluar dari Gereja Katolik yang berarti ia telah mengingkari Kristus dan Gereja. Kesadaran bahwa ia telah ingkar janji untuk setia mengikuti Kristus dan menjadi anggota umatNya (Gereja) saat dibaptis akan mendorongnya memiliki niat yang suci. Niat untuk kembali ke Rumah Bapa lewat jalan kekatolikan.”
Pengertian ini menunjukkan bahwa penganut agama Katolik tidak mungkin murtad sebab dirinya akan kembali kudus jika bertobat dan kembali menjadi Katolik. Konsekuensi logis dari pengertian ini bahwa manusia akan bebas melakukan dosa, baik dosa perbuatan maupun dosa murtad sekalipun. Kedua, pengertian ini jelas mengabaikan adanya pengajaran Alkitab tentang kemurtadan. Sebab dalam gereja Katolik “murtad” diartikan juga sebagai tindakan meninggalkan perintah agama, penolakan otoritas gerejawi dan pembelotan dari iman. Dengan demikian dalam gereja Katolik, untuk menentukan seseorang murtad atau tidak, patokannya bukan Alkitab tetapi gereja Katolik. Hal ini mengindikasikan bahwa otoritas gereja lebih tinggi dari pada Alkitab. Paul Enss mencatat dalam bukunya yang berjudul “The Moody Handbook Of Theology” bahwa:
“Gereja Roma juga dianggap sebagai gudang kebenaran. Tahun 1862, Paus Pius IX menuliskan bahwa Gereja, berkaitan dengan keberadaannya sebagai lembaga yang ilahi, memiliki tugas yang sejati serius untuk memelihara harta dari iman yang ilahi supaya tidak cacat dan utuh dalam menjaga dengan sangat ketat atas keselamatan jiwa-jiwa.”
Secara praktek Gereja Roma Katolik menerapkan prinsip tersebut untuk melindungi umatnya dari ajaran-ajaran lain. Agama Katolik menerapkan prinsip ini secara ketat dan tegas sehingga bagi yang melanggar akan diberikan hukuman atau sanksi yang berat berupa penganiayaan, penyiksaan bahkan hingga kematian. Tercatat dalam sejarah bahwa penganiayaan yang dilakukan oleh kelompok Katolik terhadap kelompok Waldensis begitu kejam. Kelompok ini melakukan penganiayaan secara terus-menerus hingga kaum Waldensis tidak mendapatkan kebebasan beragama. Pada akhirnya, sebagian kelompok ini menyangkal doktrinnya yang benar dan kini berubah menjadi sesat. Sebagaimana tercatat di artikel berikut bahwa:
“Gereja Roma Katolik mengejar-ngejar dan membantai kaum Waldensis di daerah asal mereka di Cottian Alps di bagian barat laut Italia, di Perancis, dan di tempat-tempat lain. Ini adalah fakta sejarah yang didokumentasikan oleh gembala-gembala Waldensis yang menerima penganiayaan inkuisisi tersebut. Sudah bertahun-tahun lamanya saya mengoleksi sejarah-sejarah ini, dan akhirnya kami publikasikan di Fundamental Baptist Digital Library. Sampai dengan akhir 1690an, kaum Waldensis masih dibunuh karena iman mereka oleh pasukan Roma, dan mereka tidak mendapatkan kebebasan beragama penuh di Italia hingga tahun 1848. Sejak saat itu, mereka telah menjadi sesat.”
Akhir dari perjuangan kelompok Waldensis sangat memprihatinkan, sebab sebagian kelompok ini berubah ajaran menjadi sesat. Peristiwa ini menjadi pelajaran bagi orang percaya masa kini agar memperlengkapi diri dengan Firman Tuhan, sehingga ketika penganiayaan datang, orang percaya didapatkan tetap teguh berdiri dalam iman yang benar dan nama Tuhan dimuliakan. “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 5:10). Ayat ini adalah salah satu ayat yang menjadi penghiburan bagi orang percaya ketika menghadapi penganiayaan. Secara fakta kelompok Katolik tidak konsisten dengan ajaran yang mereka yakini.
Argumentasi agama Katolik tentang defenisi kemurtadan adalah penghakiman Allah yang mengerikan atas injil palsu tentang keselamatan oleh kehendak dan perbuatan orang berdosa. Tetapi dalam prakteknya seolah-olah Katolik menggantikan Tuhan sebagai hakim atas orang murtad. Dalam pembahasan sebelumnya, Penulis telah menguaraikan bahwa pribadi yang berhak menghakimi orang murtad adalah Allah bukan gereja Roma Katolik. Hukuman bagi orang murtad yang diterapkan oleh Katolik sama dengan hukuman yang diterapkan oleh Agama Islam. Jika benar demikian maka pemimpin tertinggi agama Katolik dan agama muslim adalah posisinya hampir sama dengan Tuhan.
Dengan demikian konsep keselamatan dan ajaran tentang kemurtadan dalam gereja Katolik hampir sama dengan agama Islam. Jika satu agama tidak memiliki perbedaan dalam segi pengajaran maka sebenarnya agama tersebut sama-sama salah. Adalah benar firman Tuhan yang menyatakan bahwa “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Matius 5:20).
D. MURTAD MENURUT IMAN KRISTEN
Berbicara tentang murtad menurut Kristen, tentu akan muncul pertanyaan demikian apakah orang percaya lahir baru dapat murtad? Pertanyaan tersebut wajib dibahas hingga tuntas. Sebab jika tidak dibahas dengan tuntas maka perdebatan akan terus berlanjut dan akhirnya pembaca tidak menemukan kesimpulan yang benar.
“Kemurtadan dalam kekristenan mengacu pada penolakan Kekristenan oleh seseorang yang sebelumnya adalah seorang pengikut perjuangan Yesus. Dalam pandangan teologi umum, murtad juga diartikan sebagai melepas iman Kristen demi sebuah nafsu, keinginan, kepuasan, ambisi, dan kekuasaan duniawi yang dianggap tidak setia mengikut perjuangan Yesus.”
Inilah salah satu alasan Tuhan Yesus dan rasul-rasul memberi peringatan kepada orang-orang percaya supaya tetap berada di dalam iman yang benar. Dalam perumpamaan tentang pokok anggur, Tuhan Yesus mengingatkan murid-murid-Nya untuk tetap tinggal di dalam Tuhan. “Sebab barangsiapa yang tidak tinggal di dalam Dia maka akan dibuang keluar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar” (Yohanes 15:6).
Perumpamaan tentang pokok anggur mengingatkan orang percaya agar menghasilkan buah. Bagaimana mungkin seseorang dapat menghasilkan buah jika berada di luar Kristus? Sebab hanya Kristuslah satu-satunya yang dapat memberi pertumbuhan yang baik sehingga menghasilkan buah (I Korintus 5:6), menghasilkan buah yang banyak (Yohanes 15:5). Sedangkan yang tidak berbuah akan dibuang dan dilemparkan ke dalam api kekal. Rasul Paulus dalam suratnya mengingatkan jemaat di Korintus supaya mereka tetap berhati-hati agar mereka tidak jatuh dalam dosa murtad (I Korintus 10:12) sebagaimana telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Israel (ayat 1, 12). Rasul Paulus juga mengingatkan orang-orang kudus di Roma untuk tetap teguh berdiri dalam Tuhan agar tidak dibuang oleh Tuhan (Roma 11:18,20,21).
Meskipun peringatan-peringatan ini ditujukan kepada jemaat Korintus dan Roma, tidak tertutup kemungkinan untuk orang percaya sepanjang masa agar mereka tetap waspada dan berjaga-jaga. Bagi jemaat yang baru bertobat penting memahami hal ini supaya memiliki pengetahuan akan bahaya dari melepaskan iman, sedangkan bagi jemaat yang sudah lama percaya (orang yang digolongkan dewasa rohani) diingatkan untuk selalu sadar dan jangan sampai terbuai oleh kedagingan sebab Iblis sedang berjalan keliling sama seperti Singa yang mengaum-ngaum dan mencari orang yang dapat ditelannya (I Petrus 5:8). Iblis mencari setiap titik kelemahan orang percaya untuk meruntuhkan imannya bahkan Iblis mau orang percaya murtad. Kini Iblis sedang menghasut pakar-pakar teologi atau pemimpin-pemimpin gereja untuk meragukan adanya doktrin tentang kemurtadan. Banyak denominasi-denominasi dalam kekristenan telah berhasil dihasut oleh Iblis dalam menafsirkan tentang realita kemurtadan seperti kelompok Kalvinis, OSAS, Kharismatik dan sebagainya.
Jika dalam kekristenan sendiri ada perbedaan tentang ajaran kemurtadan, bagaimana cara menyampaikan Injil yang benar kepada agama lain? Usaha pemberitaan Injil tentang Kristus bagi agama lain selama ini bisa menjadi sia-sia, sebab mereka bingung menentukan pengajaran yang benar dengan yang hampir-hampir benar karena tiap-tiap denominasi kekristenan, pengajarannya berbeda. Untuk menemukan pengajaran yang benar (alkitabiah atau tidak) maka langkah yang harus diperhatikan terlebih dahulu yaitu mengenali dan memahami pengajaran masing-masing denominasi dalam kekristenan tentang doktrin kemurtadan.
(a) Murtad Menurut Kalvinis
Kemurtadan menurut Kalvinis tidak terlepas dengan poin ajaran John Kalvin yang disebut dengan TULIP adalah singkatan dari Total depravity, Unconditional election, Limited atonement, Irresistible grace, Prerseverance of the saints. Pengajaran ini bagaikan benang merah yang saling berkesinambungan. Kelompok Kalvinis mengatakan bahwa: “Orang-orang yang telah dipilih Allah dan ditarik pada diri-Nya melalui Roh Kudus akan dipelihara dalam iman. Tidak ada satu pun dari orang yang telah dipilih Allah akan terhilang; mereka pasti selamat secara kekal.” Hal ini mengindikasikan bahwa orang-orang pilihan tidak mungkin murtad, sebab Tuhan adalah pemegang kendali atas kehidupan kekal orang percaya.
Jika seseorang murtad, biasanya pendukung atau pengikut doktrin Kalvinis menyangkal bahwa memang sejak permulaan Tuhan tidak memilih orang tersebut untuk diselamatkan atau orang tersebut memang belum sungguh-sungguh bertobat. Benarkah orang yang dimaksud belum diselamatkan? Atau memang orang yang dimaksud belum memahami Injil keselamatan yang benar? Konsep keselamatan menurut Kalvinis memang berbeda dengan konsep keselamatan yang tercatat dalam Alkitab. Kelompok Kalvinis berasumsi bahwa keselamatan seseorang adalah tanpa syarat (Unconditional Election).
Allah sejak semula telah menentukan orang yang masuk Sorga dan orang yang masuk Neraka. Sedangkan konsep keselamatan dalam Alkitab adalah seseorang harus bertobat dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Roma 10:9-10). Ayat ini membuktikan bahwa kelompok Kalvinis telah gagal memahami doktrin utama kekristenan yaitu doktrin keselamatan (soteriologi). Jika doktrin utama saja sudah salah, bagaimana dengan doktrin lainnya? Dalam memahami defenisi murtad yang Alkitabiah maka langkah awal yang harus dipahami dan dimengerti dengan sangat adalah memahami doktrin keselamatan.
Jika masing-masing orang memahami doktrin keselamatan yang benar maka seharusnya tidak ada masalah dalam memahami doktrin tentang kemurtadan. Adanya pemahaman yang keliru dari kelompok Kalvinis ini membuat orang Kristen awam bingung untuk memahami doktrin murtad. Sehingga pada akhirnya banyak orang tidak mau mencari doktrin yang benar.
Konsekuensi logis dari pengajaran Kalvinis tentang pemilihan Allah tanpa syarat ialah orang percaya tidak akan pernah hilang dari Kristus karena orang yang sudah dipilih Tuhan tidak mungkin murtad. Konsekuensi lain dari pengajaran Kalvinis ialah orang tersebut tidak memiliki keinginan untuk mencari pengajaran yang lebih benar. Para pengikutnya bebas melakukan dosa moral dan doktrinal sekalipun sebab tidak ada tuntutan untuk hidup kudus. Jika suatu hari orang pilihan terbukti murtad maka itu bukan didasarkan atas kesalahannya sendiri melainkan itu sepenuhnya kesalahan Tuhan. Mengapa? Karena Tuhanlah yang memberi dan memelihara iman orang pilhan. Jika iman seseorang lemah maka Tuhan memberikan iman yang mutunya rendah.
Konsekuensi logis lainnya dari hasil doktrin Kalvinisme adalah orang yang memperoleh hidup kekal ialah hanya orang pilihan saja sedangkan orang non-pilihan masuk Neraka. Seandainya ajaran Kalvinis benar, maka orang pilihan tidak perlu mengerjakan keselamatannya, tidak perlu untuk berjaga-jaga bahkan tidak perlu diingatkan untuk tetap teguh berdiri dalam iman yang benar, seperti yang tertulis dalam I Korintus 15:2 bahwa “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah Kuberitakan kepadamu kecuali kalau kamu telah sia-sia menjadi percaya.”
Berikutnya, Gembala jemaat tidak perlu mengadakan pemupukan iman bagi anggota jemaat karena iman masing-masing anggota adalah tanggung jawab Allah. Orang percaya tidak perlu dituntut untuk hidup kudus sebab orang percaya tidak akan pernah hilang. Orang percaya tidak perlu memberitakan Injil keselamatan sebab Tuhan sudah menentukan orang yang masuk Sorga dan masuk Neraka. Pengertian murtad menurut Kalvinis ini sangat berbahaya bagi kehidupan orang percaya sejati.
Jika seseorang telah menganut doktrin ini maka orang tersebut sulit untuk mendasarkan pengetahuannya pada Firman Tuhan. Jadi usaha apapun yang dilakukan oleh Gembala untuk pertumbuhan rohani jemaatnya adalah sia-sia. Gembala tidak perlu mengajarkan doktrin keselamatan lagi. Sebagai akibat dari pengajaran Kalvinisme kini para pemimpin gereja jarang mengkhotbahkan doktrin. Para pemimpin lebih fokus membahas tentang kasih dan berkat materi. Istilah teologi ini disebut teologi sukses. Konsep ini bertentangan dengan amanat agung Tuhan bahwa “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Matius 28:19-20). Pengajaran Kalvinis ini membuat para penganutnya malas untuk memberitakan Injil.
(b) Murtad Menurut OSAS
Doktrin OSAS (Sekali Selamat Tetap selamat) adalah bukan ajaran asing lagi. Pendukung doktrin OSAS mengklaim bahwa doktrinnya Alkitabiah. Kelompok ini mengatakan bahwa orang yang sudah percaya dan bertobat kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka orang tersebut tetap selamat untuk selama-lamanya tanpa mempertimbangkan orang tersebut tetap beriman atau tidak. Untuk membuktikan bahwa doktrinnya Alkitabiah maka para pendiri bahkan penganutnya mencari ayat-ayat Alkitab berupa janji-janji Tuhan akan jaminan keselamatan orang percaya, seperti II Timotius 2:11-13 berbunyi “jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal Diri-Nya.”
Kelompok OSAS menjadikan frase “jika kita tidak setia, Dia tetap setia” sebagai pendukung ajarannya bahwa meskipun orang percaya tidak setia maka Tuhan akan tetap setia. Kelompok ini gagal memahami maksud dari frase “Dia tetap setia.” Kelompok OSAS hanya memahami kesetiaan Tuhan dalam satu sisi saja yaitu setia menepati janji keselamatan kekal terhadap orang percaya saja tanpa melihat akhir dari kepercayaan orang beriman itu. Sedangkan pandangan yang alkitabiah ialah Tuhan tetap setia baik kepada orang percaya sampai akhir maupun kepada orang yang tidak percaya (murtad) dan inilah sifat kemahaadilan Tuhan. Tuhan maha adil yaitu memberi kehidupan kekal bagi orang yang setia dalam iman yang benar dan penghukuman serta kebinasaan bagi yang tidak setia. Banyak pendukung doktrin OSAS memberikan argumen secara emosional seperti berikut, “Agar saya dapat kehilangan keselamatan saya, saya harus merebut jiwa saya sendiri dari tangan Allah, membongkar meterai Roh Kudus, menyangkal bahwa saya anak Allah, membatalkan kewargaan saya di surga, dan lain-lain.”
Argumentasi demikian sama sekali tidak membenarkan pandangan Kalvinis. Justru dengan sikap demikian membuktikan bahwa pengajaran OSAS tidak alkitabiah. Pandangan alkitabiah adalah Allah memelihara orang-orang percaya yang setia pada akhirnya seperti rasul Paulus (II Timotius 4:7). Perlu diketahui bahwa sikap dan sifat adalah dua hal yang berbeda. Setia mengacu pada sifat yang absolut sedangkan sikap adalah sesuatu yang bisa berubah atau relatif seperti menyangkal. Dalam diri manusia terdapat dua hal yaitu sikap dan sifat. Sikap manusia memiliki kecenderungan untuk berubah karena manusia masih mengenakan daging yang lemah. Demikian juga, orang percaya masih bisa jatuh dalam dosa murtad. Sifat Allah antara lain setia, adil, benar, kasih, kudus.
Semua sifat Allah tidak akan berubah baik kemarin, kini dan selamanya tetap sama (Ibrani 13:8). Allah setia pada firman-Nya (Matius 5:18), setia pada janji-Nya (II Petrus 3:9). Allah tidak pernah berjanji untuk menyelamatkan orang yang menyangkali-Nya. Allah berjanji akan menyelamatkan orang yang setia sampai akhir. Pokok permasalahan dari doktrin OSAS terletak pada pola pikir pemimpinnya dalam menafsirkan ayat yang berhubungan dengan janji Tuhan. Kelompok ini menafsirkan ayat Alkitab tanpa memperhatikan ayat-ayat lain dalam keseluruhan Alkitab. Doktrin ini berkembang di kalangan Baptis Konservatif di Amerika dan juga Gereja Baptis yang ada di Indonesia seperti Gereja Baptis Independen Injili di Indonesia (GBII) dan sebagainya kecuali GBIA (Gereja Baptis Independen Alkitabiah). GBIA adalah satu-satunya gereja yang masih berdiri teguh di atas kebenaran Alkitab dan tidak kompromi dengan ajaran kelompok mana pun. Apa perbedaan OSAS Kalvinis dengan OSAS Gereja Baptis Konservatif? OSAS menurut Kalvinis bahwa Allah sudah menentukan sebagian orang yang masuk Sorga dan masuk Neraka, artinya, orang yang sudah dipilih untuk selamat tidak akan hilang (murtad).
Pemilihan menurut Kalvinis adalah tanpa syarat. Jadi, Allah memilih orang yang masuk Sorga secara acak tanpa mempertimbangkan kondisi orang tersebut. Ayat yang digunakan oleh kelompok Kalvinis untuk mendukung pandangannya ialah Efesus 1:4-5, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” Sedangkan OSAS menurut Gereja Baptis Konservatif adalah orang yang sudah percaya dan bertobat dengan sungguh kepada Yesus Kristus tidak akan hilang lagi. Sebab Tuhan menjamin keselamatan manusia sebagaimana Dede Wijaya menulis dalam artikelnya bahwa:
“Ana-Baptis yang seharusnya berhaluan theologi yang menjunjung tinggi hati nurani dan kehendak bebas manusia tidak luput dari wabah Calvinisme. C.H. Spurgeon, seorang Gembala Tabernacle Baptist Metropolitan London, tidak sanggup melepaskan diri dari pengaruh ragi Calvinisme dan mengumumkan bahwa dirinya adalah two point Calvinist maksudnya ia adalah orang yang percaya dua poin dari lima poin Calvinis yang disingkat dengan TULIP. Spurgeon tidak sanggup lepas dari poin pertama (Total Depravity) yang mempercayai bahwa sejak kejatuhan manusia, maka manusia tidak sanggup memberi respon terhadap pemberitaan Injil, dan poin terakhir yaitu Perseverance of the Saint yang percaya bahwa sekali selamat sekalipun pindah agama akan tetap selamat. C.H. Spurgeon hanyalah salah satu dari begitu banyak pengkhotbah Baptis yang percaya two point Calvinism. Mereka tidak percaya pada poin kedua yaitu unconditional election, karena memang sangat-sangat tidak masuk akal. Terlebih para misionari Baptis yang sangat giat mengarungi laut dan mendaki daratan untuk memberitakan Injil. Tetapi yang sangat mengherankan ialah, jika percaya bahwa manusia perlu mendengarkan Injil untuk percaya agar bisa diselamatkan, maka tidak mungkin mereka dalam kondisi totaly deprave seperti yang digambarkan oleh John Calvin. Cukup banyak pengkhotbah Baptis yang menolak poin pertama juga, namun mereka masih menyangkut pada poin nomor lima dari Calvinisme, yaitu Perseverance of the Saints yang percaya bahwa Allah pasti memelihara orang-orang yang telah dipilihNya. Pada prinsipnya dasar atau fondasi dari doktrin yang mengajarkan bahwa orang yang telah sekali diselamatkan maka selanjutnya apapun yang terjadi maka pasti akan selamat adalah bahwa Allah pasti menjaga atau memelihara orang-orang pilihanNya. Ini adalah poin terakhir dari seluruh rangkaian filsafat Calvinisme.”
Ayat Alkitab yang sering dipakai untuk mendukung doktrin OSAS Gereja Baptis Konservatif antara lain Yohanes 10:27-29 “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Jadi, kedua kelompok ini berpandangan bahwa orang yang percaya tidak akan pernah hilang selamanya. OSAS Gereja Baptis Konservatif dan Gereja Baptis di Indonesia menjunjung tinggi kedaulatan Allah dan mengabaikan tanggung jawab manusia. Sedangakan OSAS menurut Alkitab adalah Allah berjanji untuk menyelamatkan orang percaya sampai akhir asalkan orang percaya tetap dalam iman yang benar (II Timotius 4:7).
(c) Murtad Menurut Kharismatik
Menurut kelompok Kharismatik bahwa keselamatan seseorang adalah bersifat kekal, meskipun demikian apabila orang tersebut tidak tinggal dalam Kristus maka keselamatannya akan hilang atau murtad. Ajaran ini tercantum dalam pengakuan
Gereja Bethel Indonesia (GBI) bahwa “keselamatan kekal yang terjamin pasti di dalam Kristus, tetapi jaminan keselamatan itu kondisional (bersyarat). Syarat dari jaminan keselamatan itu ialah tinggal di dalam Kristus (Yohanes 15:5-6, Roma 11:19-24). Orang bisa kehilangan keselamatannya kalau dia menghujat Roh Kudus (setelah melalui berbagai tahapan panjang seperti mendukakan Roh, memadamkan Roh, mendustai Roh, menentang Roh dan seterusnya) hingga menghujat Roh Kudus. Pada titik itu seseorang sampai pada “point of no return” dimana hatinya dikeraskan sehingga tidak ada penyesalan lagi karena penghujatannya kepada Kristus. Jadi Allah tidak mengampuninya karena orang itu tidak akan pernah lagi minta pengampunan sampai selama-lamanya.”
Hal ini mengindikasikan bahwa orang yang tidak tinggal di dalam Kristus akan menuju pada proses kemurtadan. Secara teori kelompok ini mengajarkan agar “orang percaya” mengerjakan keselamatannya dan tetap tinggal di dalam Kristus. Tetapi di satu sisi kelompok Kharismatik mengimani bahwa orang percaya yang tidak sempat bertobat secara karakter maka orang tersebut akan masuk Neraka. Kelompok ini sering mengutip Ibrani 12:14 sebagai pembenaran ajarannya bahwa “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”
Jika dosa moral dijadikan alasan orang percaya tidak masuk Sorga lalu bagaimana dengan ayat Alkitab yang mengatakan bahwa “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya (Yakobus 2:10). Penafsiran kelompok Kharismatik tentang Ibrani 12:14 jelas bertentangan dengan ayat lain yang ada dalam Alkitab. Secara teori kelompok ini mejunjung tinggi kekudusan untuk mencapai kesempurnaan.
Adalah benar jika orang percaya mejunjung tinggi kekudusan karena Kristus menuntut orang percaya sama seperti Kristus. Tetapi hal yang paling fatal jika kekudusan secara moral tidak dapat dicapai dengan sempurna maka keselamatan orang percaya akan hilang. Dengan kata lain syarat seseorang untuk memperoleh hidup yang kekal ialah melalui karakter bukan hanya karena kasih karunia (Efesus 2:8-9). Untuk mencapai karakter yang sempurna ini kelompok Kharismatik harus beramal atau berbuat kasih. Kasih merupakan pokok utama dalam ajaran Kharismatik. Oleh sebab itu kelompok ini lebih menekankan kesuksesan secara materi daripada menekankan doktrin atau ajaran tentang pertobatan dan cara untuk menyelesaikan dosa. Konsekuensi dari pengajaran ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan antara doktrin dengan karakter. Sehingga anggota jemaatnya banyak yang tidak lahir baru.
Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) yang merupakan bagian dari denominasi Kharismatik juga mengatakan bahwa “orang yang murtad adalah orang yang berbalik dengan sengaja dan dengan kehendak sendiri dari Tuhan, yang tidak pernah bertobat lagi sampai akhir hidupnya dan menjadi bagian dari “kejatuhan besar” atau “kemurtadan besar.” Dari pandangan demikian timbul pertanyaan bahwa jika suatu saat orang tersebut ingin kembali lagi apakah orang tersebut masih mendapat pengampunan dan bisa diselamatkan? Jawaban atas pertanyaan demikian masih belum dijelaskan secara tuntas oleh kelompok ini. Untuk mendapatkan penjelasan secara mendetail maka penulis akan membahasnya di poin selanjutnya.
E. MURTAD MENURUT ALKITAB
Dalam kekristenan ada banyak defenisi murtad yang dimunculkan oleh berbagai kelompok. Ada yang mengatakan bahwa orang percaya dapat murtad jika meninggalkan iman, ada juga yang mengatakan orang percaya tidak akan murtad sebab Tuhan yang bertanggung jawab penuh atas kehidupan kekal orang percaya. Ada juga yang mengatakan bahwa orang yang murtad bisa kembali lagi untuk meminta pengampunan. Pandangan-pandangan tersebut terus terang membuat banyak orang bingung dan malas belajar Alkitab sehingga akhirnya mengambil keputusan untuk mengikuti ajaran yang salah. Alkitab mendefenisikan kemurtadan sebagai tindakan orang percaya untuk memutuskan hubungan keselamatan dengan Kristus atau mengundurkan diri dari persekutuan yang sangat penting dengan Dia dan iman yang sejati kepada-Nya. Seperti yang tertulis dalam Ibrani 3:12 bahwa “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.”
Dalam King James Version (KJV) kata murtad ini diterjemahkan sebagai “departing from the living God” yang arti literalnya menyimpang dari Allah yang hidup. Artinya orang yang dulunya percaya kepada Allah yang hidup kemudian menyimpang dan meninggalkan kepercayaannya kepada Allah yang hidup dengan maksud mengikuti allah yang lain. Sedangkan dalam Teks asli bahasa Yunani yaitu Textus Receptus kata murtad dalam nats tersebut memakai kata αποστηναι (apostenai) yang berasal dari kata kerja ἀφίστημι (aphístēmi) yang artinya melepaskan, menyimpang, menarik diri.
Dengan adanya peringatan ini, maka Rasul Paulus selaku hamba Tuhan melaksanakan tugasnya untuk memperingati orang percaya untuk tetap menjaga hatinya agar tetap murni dan selalu tertuju kepada Tuhan. Amsal 4:23 berbunyi, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”
Adalah benar Firman Tuhan yang dikatakan Yakobus pada kitabnya bahwa “Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya” (Yakobus 1:8). Jika orang percaya tidak dapat mengendalikan hatinya maka kompromi akan terjadi bahkan dapat menduakan Tuhan dalam hidupnya. Orang percaya memiliki kehendak bebas untuk memilih tetap di dalam Kristus atau berbalik dan menyimpang dari Allah yang hidup. Jika ada orang percaya yang menjadi murtad maka sepenuhnya bukan kesalahan Tuhan melainkan kesalahannya sendiri. Sebab orang percaya bukan robot yang tidak memiliki kehendak bebas untuk memilih. Pengajaran Kalvinis dan OSAS yang mengatakan bahwa orang percaya tidak bisa murtad adalah hanya sebatas asumsi belaka. Kelompok tersebut mendasarkan penafsirannya kepada pengertian sendiri tanpa membandingkannya dengan keseluruhan ayat dalam Alkitab. Selain Kitab Ibrani ada banyak ayat dalam Alkitab yang merujuk pada realita murtad. Seperti I Timotius 4:1 berbunyi, “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan.”
Kata murtad yang digunakan dalam ayat ini memakai kata αποστησονται (apostêsontai) yang berasal dari kata kerja ἀφίστημι (aphístēmi) artinya menyimpang, menjauhkan diri, menarik diri. Dalam terjemahan Inggrisnya (KJV) yaitu “depart from the faith” yang arti literalnya menyimpang dari iman atau kepercayaan. Ayat ini adalah salah satu ayat yang kuat untuk membuktikan realita kemurtadan. Sebab Roh Kudus yang adalah Tuhan sendiri menegaskan bahwa ada orang yang akan menyimpang bahkan meninggalkan kepercayaannya. Secara konteks ayat ini mengacu kepada orang yang percaya. Artinya bukan orang percaya yang hanya mengakui di mulut tetapi orang percaya yang dulunya menganut ajaran Yesus Kristus dan kemudian mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan.
Ajaran setan-setan dalam ayat tersebut mengacu pada ajaran-ajaran palsu. Sebagai hamba Allah Rasul Paulus berjaga-jaga atas jiwa orang percaya agar orang percaya tidak sesat (Ibrani 13:17). Dalam kitab Galatia Rasul Paulus menegur orang-orang percaya di Galatia dengan sangat keras: “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia (Galatia 1:6-10).”
Ayat ini menekankan bagi barangsiapa yang menerima injil yang lain selain Injil Yesus Kristus sekalipun malaikat dari Sorga yang memberitakannya maka terkutuklah dia. Adanya pengulangan kata injil lain dalam ayat itu mengindikasikan bahwa peringatan itu sangat serius. Siapa pun yang melanggar atau berbalik mengikuti ajaran tersebut maka akan mendapat hukuman. Hukumannya bukan saja di dunia ini tapi akan mendapatkan kebinasaan kekal.
Setiap orang percaya pasti tidak menginginkan hal ini terjadi, tetapi Alkitab telah menuliskan bahwa ada orang yang akan jatuh pada dosa tersebut. II Yohanes 1:9-10 berbunyi, “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak. Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya.” Dengan ayat-ayat tersebut di atas cukup untuk membuktikan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa orang percaya yang tidak tinggal dalam ajaran Kristus dapat murtad. Dari hal di atas memberitahukan bahwa murtad dari Kristus merupakan masalah besar dalam kehidupan manusia. Sebab jika sekali mengambil keputusan untuk keluar dari iman yang benar maka akibatnya sangat fatal karena tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa tersebut. Yesus Kristus hanya mati untuk satu kali bukan berulang kali (Ibrani 6:6).
[Sumber: niatberkatgea]
Tidak ada komentar