Kitab Wahyu, antara hayalan dan kenyataan
A. YOHANES DI PULAU PATMOS
Patmos adalah sebuah pulau kecil di Laut Aegea. Pulau ini merupakan bagian dari kumpulan pulau Dodecanese di Yunani. Ketika itu, Kerajaan Romawi dipimpin oleh Kaisar Titus Flavius Domitianus yang memerintah dengan tangan besi. Kaisar Domitianus yang lebih dikenal dengan nama Domitian, tidak mempercayai siapa-siapa. Dia bahkan mempunyai cermin-cermin di setiap ruangan, agar setiap saat dia dapat mengetahui siapapun yang berada di belakangnya. Dia juga pernah mengasingkan istrinya sendiri karena anak mereka satu-satunya meninggal di usia yang muda.
“Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, berada di Patmos karena setia mengabarkan Injil” (Wahyu 1:9).
Pada tahun 95, rasul Yohanes ditangkap dan dibuang ke Patmos karena mengabarkan Injil. Domitian mengharuskan setiap orang memanggil dirinya “Dominus et Deus” yang artinya “Tuhan dan Allah” sementara Injil mengatakan bahwa Tuhan Yesuslah “Tuhan dan Allah”. Karena itu Kaisar Domitianus memerintahkan rasul Yohanes dibuang ke dalam wajan yang berisikan minyak yang mendidih. Akan tetapi, karena pertolongan Tuhan, Yohanes tidak mengalami luka apapun juga. Maka satu-satunya cara untuk menyingkirkan Yohanes adalah dengan mengasingkannya ke Pulau Patmos.
Oleh sebab itu, kita menjadi mengerti alasan mengapa Yohanes menuliskan di Wahyu 1:9, bahwa dia berada di Pulau Patmos karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus. Di sana, ia harus melakukan kerja paksa di siang hari. Pada malam harinya, ia tidur dengan para penjahat. Seperti itulah keadaan pada saat itu, yaitu di mana rasul Paulus mendengar suara yang nyaring seperti bunyi sangkakala, berkata: “Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia” (Wahyu 1:10). Kitab inilah Kitab Wahyu yang sedang kita pelajari bersama setiap hari, agar kita tahu apa yang harus segera terjadi. Haleluya!
Baca: Wahyu 1:9-10.
BAB A mengutip dari ©GBI Christ the Healer 2010
B. MASALAH PENULISAN
Secara tradisional penulisan Kitab ini dinisbatkan kepada Yohanes, walaupun perdebatan masih terjadi merujuk kepada identitas Yohanes yang dimaksud. Konon Kitab ini ditulis berdasarkan Mimpi-mimpi Yohanes saat diasingkan di pulau Patmos. Mimpi-mimpi yang diasumsikan sebagai inspirasi Ilahiah terhadap Yohanes berisi simbol-simbol aneh, yang tampaknya sangat menarik bagi penduduk di masa itu. Mimpi Yohanes berisi nubuat apokalips dan kisah-kisah simbolis akhir jaman yang kebenarannya tidak dapat terbukti kecuali setelah terjadi. Untuk menguji kebenarannya, kita perlu meninjau petunjuk Perjanjian Lama:
Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati.
Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? – apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya” (Ulangan 18:20-22).
Jadi, secara singkat, sangat besar dosa Yohanes jika kitab yang ditulisnya ini tidak terbukti kebenaranya.
C. METODE PENAFSIRAN
Seperti diketahui bahwa Yohanes menggunakan simbol-simbol dalam pemaparannya mengenai hari akhir. Saya tidak akan berusaha untuk menafsirkan simbol-simbol tersebut, tetapi lebih membicarakan metode-metode penafsiran simbol-simbol tersebut oleh para sarjana. Dalam hal ini para sarjana terbagi atas empat golongan penafsiran.
1. Pendekatan para Praeteris.
Dengan kata lain menganggap kitab wahyu hanya menceritakan kejadian-kejadian yang terjadi di abad pertama, tentu saja dengan dasar Yohanes menulisnya beberapa saat setelah kehancuran Jerusalem. Karena menceritakan hal yang telah terjadi, istilah “nubuat” perlu diganti dengan “mengisahkan”. Selain mempertimbangkan bahwa sudah menjadi gaya sastra saat itu untuk mengisahkan kejadian yang telah terjadi seolah-olah kejadian tersebut belum terjadi dan diramalkan akan terjadi. Pemaparan Yohanes yang mencakup kehancuran kuil, beberapa kekejaman yang terjadi atas umat Kristen, wabah, dan lain-lain, memang pernah terjadi di abad pertama.
2. Pendekatan para Futuris.
Pendekatan ini dilakukan oleh sebagian umat Kristen, mempercayai bahwa kitab Wahyu berisi nubuat-nubuat kejadian yang menyertai kedatangan kedua Yesus. Tanda-tanda akhir jaman memang sudah terjadi, tetapi beberapa belum terpenuhi. Salah satu tanda yang akan menyertai akhir jaman maupun kedatangan kedua Kristus adalah jatuhnya Jerusalem ke tangan anti-Kristus. Walaupun banyak yang membaca anti-Kritus di sini sebagai pasukan setan, banyak juga yang menafsirkan anti-Kristus sebagai kaum Yahudi atau Muslim. Para Kristen fundamentalis Amerika umumnya memilih pemikiran terakhir tersebut, menurut mereka dukungan terhadap Israel akan mempercepat turunnya sang Yesus. Disebutkan pula bahwa kaum Yahudi yang membantu perebutan Jerusalem dari tangan Muslim akan kebagian “keselamatan”, dan pada akhirnya menjadi Kristen. Pemikiran semancam ini sangat dipengaruhi oleh iklim politik Amerika-Israel dan Timur tengah yang berbau propagandis.
3. Pendekatan Historis.
Tidak jauh berbeda dari pendekatan yang dilakukan para Futuris, golongan ini beranggapan bahwa sebagian besar kejadian atau nubuat dalam kitab Wahyu telah terjadi sejak penyiksaan yang dilakukan terhadap umat Kriten oleh Nero. Salah satu kejadian penting yang belum sepenuhnya terjadi adalah kejatuhan Jerusalem ke tangan anti-Kristus. Dalam hal ini saya perlu meluruskan pandangan kebanyakan umat Kristen bahwa sang anti-Kristus adalah kaum Muslim. Bila benar Muslim adalah sang anti-Kristus, akhir jaman pastilah telah terjadi beberapa abad lalu, saat kaum Muslim berhasil menduduki Jerusalem di perang salib.
4. Pendekatan Idealis.
Penafsiran kitab Wahyu yang dilakukan secara idealis berarti tidak mengartikan simbol-simbol di dalamnya secara khusus, melainkan secara umum. Seluruh materi di dalamnya hanya diartikan sebagai simbol pertempuran abadi antara kebaikan melawan kejahatan. Simbol tersebut dapat diterapkan terhadap kejadian apapun, yang tidak spesifik dan berlaku sepanjang jaman.
Empat pendekatan di atas dilakukan dengan dasar kepercayaan bahwa Yohanes benar-benar menulis kitab ini berdasarkan Firman Tuhan. Bila kita menyangkal keempat pandangan tersebut, kita bisa memilih pendekatan kelima, yaitu pendekatan “omong kosong”.
Menurut metode ini, kita harus melihat segala kisah aneh dan simbol-simbol dalam kitab ini hanyalah sebatas halusinasi atau mimpi buruk yang dialami penulis dalam tidurnya, entah apapun penyebab timbulnya keadaan tersebut. Keadaan di pengasingan yang mungkin sangat tidak mengenakkan dan beberapa jenis tetumbuhan atau jamur terbukti dapat menimbulkan halusinasi. Kontemplasi yang berat juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Tapi marilah kita tidak terburu-buru mempercayai pendekatan ini.
Perkembangan penafsiran kitab Wahyu yang dilakukan kaum futuris-historis selalu berkembang seiring jaman, berbagai peristiwa penting seperti peperangan dan bencana seakan-akan menandakan dekatnya akhir jaman. Setiap penafsir memiliki pandangan tersendiri dalam mengartikan simbol-simbol, dan ini sangatlah relatif. Sebagai contoh, seorang sarjana konservatif Protestan akan menafsirkan “Babylon” atau “kerajaan anti-Kristus” sebagai gabungan dari negara Eropa yang dimotori Inggris dan Roma yang akan akan bangkit melawan Israel dalam Armageddon, tentu saja perang ini akan dimenangi Israel dengan bantuan Tuhan. Selajutnya kaum Yahudi akan memeluk agama Kristen. Versi yang berbeda akan kita temukan apabila seorang Katolik Roma (Eropa) menafsirkan “Babylon”. Mereka akan menuduh Amerika sebagai kerajaan “Anti-Kristus” tersebut. Setiap sekte Kristen akan memiliki pandangan tersendiri dalam menafsirkan simbol akhir dunia, dan pada akhirnya hanya Tuhanlah yang akan membuktikan kebenaran.
D. PENYIMPULAN, PENDEKATAN FAKTA
Paparan di atas dengan sangat ilmiah memberi kita pemahaman bahwa kitab Wahyu yang merupakan salah satu komponen di dalam Alkitab Perjanjian-baru merupakan suatu kebohongan besar, dan karena kekonyolan para pendeta kristen pada masa awal, dimasukkan atau dianggap sebagai kumpulan firman Tuhan.
Banyak sekali, dikarenakan pembentukan mental agamis, barangkali orang kristen percaya 100% pada ajaran bahwa kitab Wahyu adalah firman Tuhan, padahal isinya tidak lain daripada kekacauan dan omong kosong yang menggelikan. Ada beberapa hal yang harus dicatat mengenai hal ini.
Pertama, masuknya kitab Wahyu ke dalam Alkitab Perjanjian-baru adalah berdasarkan kesepakatan atau voting para pendeta, jadi bukan karena kehendak Tuhan. Dengan serta merta, hal ini memberi hak dan validitas untuk menyatakan bahwa Alkitab Perjanjian-baru sama sekali tidak dapat dikatakan kitabsuci yang berasal dari Tuhan. Ada pepatah, “karena nila setitik, rusak air sebelanga’, hal ini juga harus diterapkan terhadap Alkitab Perjanjian-baru: karena kitab Wahyu merupakan kitab kesesatan, pun masuknya ke dalam Perjanjian-baru karena merupakan hasil kesepakatan manusia, maka dampaknya adalah bahwa seluruh Alkitab Perjanjian-baru (bisa dikatakan) DITOLAK DAN TERTOLAK. Secara logika, dengan masuknya kitab Wahyu ke dalam Perjanjian-baru, membuat Perjanjian-baru secara keseluruhan telah ternoda: masuknya kitab Wahyu yang benar-benar sesat ke dalam Perjanjian-baru, dan itu pun merupakan hasil voting para pendeta, mengindikasikan bahwa Tuhan sama sekali tidak berada di belakang kemurnian Perjanjian-baru!
Kedua, beberapa orang kristem menuduh Muslim sebagai perwujudan 666. Atau, bahwa Muhammad dan Islam adalah 666 karena jelas-jelas Anti-Kristus. Namun di dalam paparan di atas, disebutkan di dalam Wahyu bahwa Anti-Kristus akan menguasai Yerusalem, dan setelah itulah akan terjadi kiamat. Faktanya, Muslim telah menguasai Yerusalem pada masa Perang Salib, dan ternyata kiamat tidak juga terjadi. Ini memberi sinyal bahwa Muslim sama sekali bukanlah 666 atau sang anti-Kristus. Kalau toh, 666 memang ada, maka yang paling tepat 666 ialah Vatikan, karena Vatikanlah yang menentang 10 hukum taurot. Atau, jika tidak demikian maka arti berikutnya adalah, bahwa ternyata ‘ramalan’ 666 merupakan lambang Setan anti-Kristus merupakan suatu kebohongan dan omong kosong yang menjijikkan: dongeng telah masuk ke dalam Alkitab.
Ketiga, dari pihak Islam, justru ramalan atau nubuat Muhammad SAW-lah yang benar mengenai datang atau dekatnya hari kiamat. Banyak Alhadits yang mengajarkan tanda-tanda akhir Dunia, dan itu semua (kebanyakan) telah terjadi.
Salah satu contoh adalah, Alhadis Nabi bahwa “pada akhir jaman Dunia, seluruh wanita sudah kehilangan rasa malu”, bukankah kondisi itu sekarang benar-benar terjadi? Lihatlah betapa kaum wanita dari seluruh bangsa dan agama sudah tidak lagi mempunyai malu, berlomba memajang aurat, berlomba memajang foto video bugil di depan publik, bebas berzina, bebas berzina untuk dipertontonkan di depan publik, tidak malu gonta-ganti pacar, memamerkan kehamilannya yang tanpa ayah resmi, memamerkan kelahiran bayinya padahal belum menikah, dan masih banyak lagi, merupakan kondisi yang merupakan pembuktian ramalan Nabi Muhammad Saw bahwa wanita di akhir jaman sudah kehilangan rasa malunya. Dan masih banyak lagi tanda-tanda lainnya seperti: tentang manusia yang berlomba-lomba membangun gedung yang tinggi, tentang mengeringnya Sungai Eufrat, tentang Negeri Arab yang menjadi subur hehijauan, tentang bangunan tinggi di Makah yang tingginya melebihi bukit, dll.
Jika ingin mencari bukti kesesatan kristen, Dunia dapat memberikannya dalam jumlah yang banyak; dan kalau kita ingin mencari bukti kebenaran Islam, maka Dunia pun dapat memberikannya di dalam jumlah yang banyak pula. Selebihnya, hanyalah faktor kebebalan saja yang menjangkiti seorang anak manusia: apakah ia ingin terus kafir dengan terus mempertuhankan Jesus tanpa alasan dan bukti yang nyata, atau ingin bertobat demi masuk Surga yang merupakan hak-nya paling sejati.
[Dari BreakEver | Kebohongan Kristen]
Tidak ada komentar