Rekomendasi

ads header

Baru

Sejarah Yahudi


 Click to read book's reviews
Sejarah awal Yahudi, dan tetangga mereka, terutama yang dari Fertile Crescent (wilayah bulan sabit subur yang membentang sepanjang delta sungai Nil Mesir, pen) dan pantai timur laut Mediterania dimulai saat mereka munghuni wilayah yang terletak di antara sungai Nil, Tigris dan sungai Efrat. Dikelilingi oleh pusat kebudayaan Mesir kuno dan Babylonia (Irak), padang pasir Arabia dan dataran tinggi Asia Kecil (Anatolia - Turki). Tanah Kanaan, atau Canaan (sekarang kira-kira Israel, Palestina, Yordania dan Lebanon) adalah tempat bertemunya berbagai peradaban. Wilayah Kanaan itu dilalui oleh jalur perdagangan kuno yang mapan dan memiliki pelabuhan penting di Teluk Aqaba dan di pantai Mediterania, dimana Mediterania memperlihatkan pengaruh kebudayaan lain dari Fertile Crescent.

Meujuk kitab suci Yahudi, yang kemudian menjadi Injil Ibrani (Hebrew Bible), orang-orang Yahudi adalah keturunan dari orang-orang kuno Israel yang menetap di tanah Kanaan (Canaan) antara pantai timur Laut Mediterania dan Sungai Yordan.

Tulisan-tulisan Ibrani kuno menggambarkan "Bani Israel" sebagai keturunan dari nenek moyang yang sama, termasuk Abraham (Ibrahim), putranya Ishak, dan anak Ishak, Yakub, sejumlah literatur keagamaan menunjukkan bahwa perjalanan nomaden Ibrani berpusat di sekitar Hebron pada abad-abad pertama milenium kedua SM, tampaknya hal ini mengarah ke pembentukan Gua para Leluhur sebagai situs pemakaman mereka di Hebron. Bani Israel terdiri dari dua belas suku, masing-masing merupakan turunan dari dua belas putra Yakub, yaitu; Reuven, Shimon, Levi, Yehuda, Yissachar, Zevulun, Dan, Gad, Naftali, Asyer, Yosef, dan Benyamin.

Teks-teks keagamaan menceritakan kisah Yakub dan dua belas putranya, yang meninggalkan Kanaan selama kelaparan parah dan menetap di Goshen Mesir utara. Selama di Mesir keturunan mereka dikatakan diperbudak oleh pemerintah yang dipimpin oleh Firaun Mesir, meskipun tidak ada bukti independen bahwa hal ini telah terjadi. Setelah sekitar 400 tahun perbudakan, YHWH, Allah Israel, mengirim nabi Ibrani, Musa dari suku Levi untuk melepaskan Israel dari perbudakan. Menurut Alkitab, secara ajaib bangsa Ibrani beremigrasi keluar dari Mesir (suatu peristiwa yang dikenal sebagai ‘Exodus’), dan kembali ke tanah air leluhur mereka di Kanaan. Peristiwa ini menandai pembentukan Israel sebagai bangsa politik di Kanaan, pada tahun 1400 SM.

Namun, arkeologi mengungkapkan cerita yang berbeda tentang asal-usul orang-orang Yahudi: mereka tidak menemukan keharusan (alasan) untuk meninggalkan Levant (Mediterania). Sebagian besar bukti arkeologi asal-usul kebudayaan Israel berada di Kanaan, bukan di Mesir, adalah "membingungkan" sebab "tidak ada ruang untuk exodus dari Mesir atau hijrah 40-tahun melalui padang gurun Sinai", menurut Alkitab (Biblical Minimalist). Banyak arkeolog telah meninggalkan penyelidikan tentang arkeologi Musa dan peristiwa exodus sebagai "pengejaran sia-sia". Satu abad penelitian oleh para arkeolog dan ahli Mesir Kuno dapat dibilang telah menemukan bukti yang langsung dapat terhubung dengan narasi Exodus dari penawanan Mesir dan pelarian diri melalui padang gurun, yang mengarah ke petunjuk Zaman Besi Israel, zaman kerajaan Yehuda-Israel yang memiliki asal-usul di Kanaan, bukan di Mesir: budaya pemukiman Israel awal adalah Kanaan, objek pemujaan mereka, dewa El dari Kanaan, sisa-sisa tembikar masih dalam tradisi lokal Kanaan, dan alfabet yang digunakan adalah Kanaan awal. Hampir satu-satunya penanda yang membedakan desa "Israel" dari situs Kanaan adalah tidak adanya tulang babi, meskipun apakah ini bisa diambil sebagai penanda etnis atau karena faktor lain tetap menjadi masalah sengketa.

Menurut Alkitab, setelah kemerdekaan mereka pada masa perbudakan Mesir, orang Israel berkeliaran dan tinggal di gurun Sinai untuk rentang waktu empat puluh tahun sebelum menaklukkan Kanaan pada tahun 1400 SM di bawah komando Joshua. Selama tinggal di padang pasir, menurut tulisan-tulisan Alkitab, bangsa Israel menerima Sepuluh Perintah Tuhan di Gunung Sinai dari YHWH, yang dibawa oleh Musa. Ini menandai awal bagi Yudaisme normatif dan memberikan kontribusi terhadap pembentukan agama Ibrahim untuk pertama kalinya. Setelah memasuki Kanaan, pembagian lahan diberikan kepada masing-masing dari dua belas suku Israel. Selama beberapa ratus tahun, Tanah Israel diatur dalam konfederasi belasan suku yang diperintah oleh serangkaian Hakim. Setelah itu, catatan Alkitab, terbentuklah monarki Israel Pada 1000 SM, monarki didirikan oleh Saul, dan berlanjut di bawah Raja Daud dan putranya, Salomon (Sulaeman). Selama masa pemerintahan Daud, kota yang sudah ada, Yerusalem menjadi ibukota nasional dan pusat rohani Israel. Salomon membangun Bait Pertama di Gunung Moria di Yerusalem. Namun, suku-suku terpecah secara politik. Setelah kematiannya, perang saudara pecah antara sepuluh suku utara Israel, dan suku-suku Yehuda (Simeon diserap ke Yehuda) dan Benyamin di selatan. Bangsa ini terpecah menjadi Kerajaan Israel di utara, dan Kerajaan Yehuda di selatan. Israel ditaklukkan oleh penguasa Asyur Tiglat Pileser III pada abad ke-8 SM. Tidak ada kesepakatan umum tentang catatan sejarah nasib sepuluh suku utara, kadang-kadang disebut sebagai ‘Sepuluh Suku Israel yang Hilang’, meskipun spekulasi soal ini banyak sekali.

Tawanan Babylonian (587 – 518 SM)
Setelah memberontak melawan penguasa baru dan pengepungan berikutnya, Kerajaan Yehuda ditaklukkan oleh tentara Babilonia pada tahun 587 SM dan Kuil Pertama dihancurkan. Para elit kerajaan dan banyak dari orang-orang mereka diasingkan ke Babilonia, di mana agama yang berkembang disana berbeda dengan tradisi mereka. Sebagiannya melarikan diri ke Mesir. Setelah kejatuhan Yerusalem, Babylonia (Irak modern), akan menjadi fokus dari Yudaisme selama lebih dari seribu tahun. Masyarakat Yahudi pertama di Babilonia dimulai dengan pengasingan dari suku Yehuda ke Babel (Babylonia) oleh Yoyakhin di 597 SM serta setelah penghancuran Bait Suci di Yerusalem pada tahun 586 SM. Banyak lagi orang Yahudi bermigrasi ke Babel pada tahun 135 Masehi setelah pemberontakan Bar Kokhba dan pada beberapa abad setelahnya. Babilonia, menjadi salah satu kota Yahudi terbesar dan paling menonjol yang pernah didirikan, menjadi pusat kehidupan Yahudi sampai ke abad ke-13. Pada abad pertama, Babel sudah menampung populasi yang berkembang cepat yang diperkirakan menampung 1.000.000 orang Yahudi, diperkirakan meningkat sampai 2 juta antara tahun 200-500M, baik oleh pertumbuhan alami maupun karena imigrasi Yahudi dari Tanah Israel, menjadi sekitar 1/6 dari populasi Yahudi dunia pada masa itu. Disanalah mereka menulis Talmud Babilonia dalam bahasa yang digunakan oleh orang-orang Yahudi kuno Babilonia yaitu bahasa Ibrani dan Aram. Orang-orang Yahudi Talmud mendirikan Akademi di Babel, juga dikenal sebagai Geonic Akademi, yang menjadi pusat studi Yahudi dan pengembangan hukum Yahudi di Babel dari sekitar 500M sampai 1038M. Dua akademi paling terkenal adalah Pumbedita Academy dan Sura Academy. Yeshivot (sebuah lembaga pendidikan Yahudi yang fokus pada pendalaman teks-teks suci tradisional) utama juga terletak di Kota Nehardea dan Mahuza. Setelah beberapa generasi dan dengan penaklukan Babel oleh Kekaisaran Persia, beberapa penganut Yahudi dipimpin oleh para nabi Ezra dan Nehemia, kembali ke tanah air mereka lengkap dengan praktek-praktek tradisionalnya. Orang Yahudi lainnya secara permanen tidak pernah kembali dan tetap di pengasingan dan berkembang agak independen di luar Tanah Israel, terutama setelah penaklukan Muslim dari Timur Tengah pada abad ke-7.

Periode pasca-pembuangan (c. 538-332 SM)
Setelah mereka kembali ke Yerusalem dengan persetujuan dan biaya dari Persia, pembangunan Bait Suci Kedua pada 516 SM selesai di bawah kepemimpinan tiga nabi Yahudi terakhir Hagai, Zakharia dan Maleakhi. Hegemoni di belahan Mediterania timur, pada saat itu, beralih ke peradaban klasik dan jauh dari Mesir, Suriah, dan Persia. Beberapa orang Kanaan sudah menjadi Phoenicia (Lebanon dan pesisir Suriah modern) dan menjadi jajahan Mediterania selatan, mereka melanjutkan untuk menemukan Kekaisaran Kartago. Yunani, sementara itu, mulai menjajaki ke arah timur.

Setelah kematian nabi Yahudi terakhir dan sementara masih di bawah kekuasaan Persia, kepemimpinan orang Yahudi secara turun temurun jatuh ke tangan lima generasi zugot (pasangan) pemimpin. Pertama mereka berkembang di bawah Persia dan kemudian di bawah Yunani. Akibatnya orang-orang Farisi dan Saduki (Pharisees and Sadduccees) terbentuk. Pertama di bawah Persia kemudian di bawah Yunani, koin Yahudi dicetak di Yudea sebagai koin Yehud.

Periode Helenistik (c. 332-110 SM)
Pada 332 SM, Persia dikalahkan oleh Alexander Agung dari Makedonia (Yunani Utara). Setelah kematian Alexander Agung, dan terjadinya pembagian kekaisaran Alexander di antara para jenderalnya, Kerajaan Seleukus (Seleucid) didirikan. Kebudayaan Yunani menyebar ke arah timur dengan penaklukan Aleksandria (Mesir). Kawasan Levant (Mediterania) tidak luput dari pengaruh penyebaran budaya ini. Selama periode ini, arus dari Yudaisme dipengaruhi oleh filsafat Helenistik yang dikembangkan dari abad ke-3 SM, terutama oleh diaspora Yahudi di Alexandria, yang berpuncak pada penyusunan Septuaginta. Pendorong penting dari simbiosis teologi Yahudi dan pemikiran Helenistik adalah Philo.

Kerajaan Hasmonean (110-63 SM)
Pada saat memburuknya hubungan antara orang Yahudi Helenis dan Yahudi ortodoks Raja Seleukus Antiokhus IV Epifanes memerintahkan untuk memaksakan keputusan melarang ritual keagamaan dan tradisi Yahudi tertentu. Akibatnya, orang-orang Yahudi ortodoks memberontak di bawah pimpinan keluarga Hasmonean (juga dikenal sebagai Makabe). Pemberontakan ini akhirnya mengarah pada pembentukan sebuah kerajaan Yahudi independen, yang dikenal sebagai Dinasti Hasmonaen, yang berlangsung dari 165 SM sampai 63 SM. Dinasti Hasmonean akhirnya hancur akibat perang saudara antara anak-anak Salome Alexandra, Hyrcanus II dan Aristobulus II. Rakyat yang tidak mau diatur oleh seorang raja tapi oleh pendeta teokratis, membuat usulan banding kepada penguasa Romawi yang segera disusul oleh operasi penaklukan militer dan aneksasi Romawi, yang dipimpin oleh Pompey.

Kekuasaan Romawi di tanah Israel (63 SM - 324)
Yudea pernah menjadi kerajaan Yahudi independen di bawah Hasmoneans, tapi ditaklukkan oleh jenderal Pompey Romawi pada 63 SM dan direorganisasi sebagai negara klien. (Ekspansi Romawi terjadi juga di daerah lain, dan akan terus berlanjut selama lebih dari seratus lima puluh tahun). Kemudian, Herodes Agung diangkat menjadi "Raja orang Yahudi" oleh Senat Romawi, menggantikan dinasti Hasmonean. Beberapa keturunannya memegang berbagai posisi setelahnya, yang dikenal sebagai dinasti Herodes. singkatnya, dari 4 sampai 6 Masehi, Herodes Arkhelaus memerintah provinsi (tetrarchy) Yudea sebagai gubernur (ethnarch), orang Romawi menyangkal dia bergelar Raja. Setelah Sensus Quirinius pada 6 Masehi, provinsi Romawi Yudea dibentuk sebagai satelit dari Romawi Syria di bawah kekuasaan Prefek (seperti Romawi Mesir) sampai 41M, lalu procurators setelah 44M. Kekaisaran ini sering bertindak kejam dan brutal dalam memperlakukan subyek Yahudi. Pada 66M, orang Yahudi mulai memberontak melawan penguasa Romawi di Yudea. Pemberontakan dikalahkan oleh para kaisar Romawi masa Vespasian dan Titus. Pada persitiwa pengepungan Yerusalem di tahun 70M, bangsa Romawi menghancurkan sebagian dari Bait Allah di Yerusalem dan menurut beberapa sumber, menjarah artefak dari Bait Allah, seperti Menorah. Yahudi terus tinggal di tanah mereka dalam jumlah yang signifikan, meskipun demikian selama Perang Kitos dari 115-117M sampai Julius Severus menghancurkan Yudea sambil menumpas pemberontakan Bar Kokhba 132-136M, 985 desa-desa dihancurkan dan sebagian besar penduduk Yahudi Yudea sentral pada dasarnya dihapuskan, dibunuh, dijual sebagai budak, atau terpaksa melarikan diri. Diusir dari Yerusalem, kecuali untuk hari Tisha B'Av (Sabat), populasi Yahudi sekarang berpusat pada Galilea dan awalnya di Yavne. Yerusalem berganti nama menjadi Aelia Capitolina dan Yudea berganti nama Syria Palestina, dengan penamaan itu dimaksudkan untuk membuat dongkol orang-orang Yahudi terhadap musuh kuno mereka, orang Filistines (Palestina). Yahudi hanya diizinkan untuk mengunjungi Aelia Capitolina pada hari Tisha B'Av (Sabat).

Diaspora
Diaspora Yahudi dimulai oleh penaklukan Asyur dan dilanjutkan pada skala yang lebih besar oleh penaklukan Babilonia, di mana suku Yehuda dibuang ke Babel bersama dengan penggulingan Raja Yehuda, Yoyakhin, di abad ke-6 SM, dan dibawa ke pembuangan di 597 SM. Pengasingan terus menerus setelah penghancuran Bait Suci di Yerusalem pada tahun 586 SM. Makin banyak orang Yahudi bermigrasi ke Babel pada tahun 135M setelah pemberontakan Bar Kokhba dan pada abad-abad setelanya. Banyak Judaean Yahudi dijual sebagai budak sementara yang lain menjadi warga pada wilayah lain dari Kekaisaran Romawi.

Kitab Kisah Para Rasul dalam Perjanjian Baru, serta teks Paulus lainnya, sering merujuk ke populasi besar Hellenis Yahudi di kota-kota Romawi dunia. Orang-orang Yahudi Hellenis terpengaruh oleh diaspora hanya dalam pengertian spiritual, menyerap rasa kehilangan dan terasing dari tanah air yang menjadi landasan dari kepercayaan Yahudi yang banyak dipengaruhi oleh penganiayaan di berbagai belahan dunia. Hal ini mendorong kebijakan dakwah dan konversi ke Yudaisme, yaitu menyebarnya agama Yahudi di seluruh peradaban Helenistik, yang tampaknya mulai mereda dengan adanya perang melawan Romawi. Sangat penting untuk membentuk kembali tradisi Yahudi dari agama berbasis kuil suci menjadi agama berbasis tradisi para rabi dari Diaspora, yaitu pengembangan interpretasi dari Taurat yang ditemukan dalam Mishnah dan Talmud.

Periode Romawi akhir di Tanah Israel
Terlepas dari kegagalan pemberontakan Bar Kokhba, sejumlah besar orang Yahudi tetap tinggal di Tanah Israel. Orang-orang Yahudi yang tinggal di sana mengalami berbagai pengalaman dan konflik bersenjata dengan penjajah asing yang datang silih berganti. Beberapa teks Yahudi yang paling terkenal dan penting disusun di kota-kota Israel saat ini. Penyelesaian Mishnah, sistem niqqud, dan kompilasi Talmud Yerusalem adalah contohnya.

Pada periode ini tannaim dan amoraim aktif, rabbi yang terorganisir dan memperdebatkan hukum lisan Yahudi. Keputusan dan pendapat tannaim yang terkandung dalam Mishnah, Beraita, Tosefta, dan berbagai kompilasi Midrash. Mishnah selesai tak lama setelah 200M, mungkin oleh Yehuda Hanasi. Penjelasan-penjelsan dari amoraim atas Mishnah disusun dalam Talmud Yerusalem, yang diselesaikan sekitar 400M, kemungkinan di Tiberias.

Pada 351M, populasi Yahudi di Sepforis, di bawah kepemimpinan Patricius, memulai pemberontakan terhadap pemerintahan Constantius Gallus, saudara ipar dari Kaisar Constantius II. Pemberontakan ini akhirnya ditundukkan oleh Panglima Gallus, Ursicinus.

Berdasarkan tradisi Yahudi, pada 359M Hillel II menciptakan kalender Ibrani berdasarkan tahun lunar. Sampai saat itu, seluruh komunitas Yahudi di luar tanah Israel tergantung pada kalender yang telah disetujui oleh Sanhedrin, ini diperlukan untuk ketaatan terhadap hari-hari suci Yahudi. Namun, bahaya sangsi mengancam kepada para anggota dan para utusan yang menyebarkan keputusan mereka kepada masyarakat luar. Akibat penindasan terhadap agama yang terus berlangsung, Hillel bertekad untuk menyediakan kalender resmi untuk semua waktu dimasa yang akan datang.

Pada 363M, sesaat sebelum meluncurkan kampanye melawan Kekaisaran Sassanid, Julian II, Kaisar Pagan terakhir bangsa Romawi, ia mengizinkan orang Yahudi untuk kembali ke "Yerusalem suci yang Anda miliki selama bertahun-tahun yang ingin melihatnya dibangun kembali" dan untuk membangun kembali Bait Allah. Namun, kampanye Julian melawan Persia gagal dan ia terbunuh dalam pertempuran pada tanggal 26 Juni 363. Bait Allah tidak dibangun kembali.


ABAD PERTENGAHAN

Yahudi di Babilonia/Irak (219-1250)
The Talmud Yeshiva Akademy menjadi bagian utama dari budaya dan pendidikan Yahudi, mereka melanjutkan membangun Yeshiva Akademi di Barat dan Eropa Timur, Afrika Utara, dan pada abad-abad kemudian ke Amerika dan negara-negara lain di seluruh dunia di mana orang Yahudi tinggal berdiaspora. Studi Talmud di Akademi Yeshiva berlangsung terus sampai sekarang dengan pembentukan sejumlah besar akademi Yeshiva yang sebagian besar berlokasi di Amerika Serikat dan Israel.

Akademi Yeshiva Talmud Babilonia selanjutnya diikuti era Amoraim ("expounders") orang bijak dari Talmud yang aktif (baik di Tanah Israel dan di Babel) selama akhir era pengesahan (sealing) Mishnah dan sampai waktu pengesahan (sealing) Talmud (220-500), dan mengikuti Savoraim ("Reasoner") orang bijak dari Beth midrash (tempat studi Taurat) di Babel dari akhir era Amoraim (abad ke-5) dan sampai awal era Geonim.

Geonim adalah presiden dari dua perguruan rabbi besar Sura dan Pumbedita dan merupakan pemimpin spiritual yang diterima secara umum oleh komunitas Yahudi di seluruh dunia dalam era abad pertengahan awal, berbeda dengan Resh Galuta (Exilarch) yang memegang otoritas sekuler atas orang Yahudi di wilayah-wilayah Islam. Menurut tradisi, para Resh Galuta adalah keturunan raja Yudea, itulah sebabnya mengapa raja-raja Parthia (Persia) akan memperlakukan mereka dengan sangat hormat.

Bagi orang-orang Yahudi dari zaman kuno akhir dan awal Abad Pertengahan, yeshivot Babel melayani banyak fungsi yang sama sebagai Sanhedrin kuno. Artinya, sebagai dewan otoritas agama Yahudi. Akademi didirikan di Babel pra-Islam di bawah dinasti Sassanid Zoroaster dan terletak tidak jauh dari ibukota Sassanid, Ctesiphon, yang pada saat itu adalah kota terbesar di dunia. Setelah penaklukan Persia di abad ke-7, akademi kemudian beroperasi selama empat ratus tahun di bawah kekhalifahan Islam. Gaon (Kepala Akademi) pertama Sura, menurut Sherira Gaon, adalah Mar bar Rab Chanan, yang diasumsikan bertugas pada 609. Gaon terakhir dari Sura adalah Samuel ben Hofni, yang meninggal pada tahun 1034, Gaon terakhir Pumbedita adalah Hizkia Gaon, yang disiksa sampai mati pada 1040, maka aktivitas Geonim meliputi jangka waktu hampir 450 tahun.

Salah satu wilayah utama Babel Yudaisme adalah Nehardea, yang kemudian menjadi kota yang sangat besar dengan mayoritas warganya terdiri dari orang-orang Yahudi. Sebuah rumah ibadat kuno yang diyakini dibangun oleh Raja Yoyakhin, ada di Nehardea. Di Huzal, dekat Nehardea, ada rumah ibadat yang lain, tidak jauh dari tempat reruntuhan akademi Ezra. Pada periode sebelum Hadrian, Akiba, saat kedatangannya di Nehardea pada misi dari Sanhedrin, ia mengadakan diskusi dengan seorang sarjana lokal tentang hukum perkawinan (Mishnah yeb., Akhir)

Periode Bizantium (Romawi Timur) di tanah Israel (324-638)
Yahudi juga tersebar luas di seluruh Kekaisaran Romawi, hal ini berjalan ke tingkat yang lebih rendah di masa kekuasaan Bizantium di Mediterania tengah dan timur. Kristen militan dan eksklusif dan caesaropapism (gabungan sekulerisme dan semangat keagamaan) dari Kekaisaran Bizantium tidak memperlakukan orang-orang Yahudi dengan baik, kondisi dan pengaruh Yahudi diaspora di Kekaisaran menurun secara dramatis.

Ada kebijakan resmi Kristen untuk mengkonversi (pindah agama) orang-orang Yahudi menjadi Kristen, dan kepemimpinan Kristen secara resmi menggunakan kekuatan Roma. Pada 351M orang Yahudi memberontak terhadap tekanan-tekanan Gubernur mereka, Constantius Gallus. Gallus memadamkan pemberontakan dan menghancurkan kota-kota besar di wilayah Galilea, di mana pemberontakan itu dimulai. Tzippori dan Lida (tempat dari dua akademi hukum utama) tidak pernah pulih.

Dalam periode ini, Nasi (Pangeran/Raja dalam istilah Yahudi) di Tiberias, Hillel II, menciptakan sebuah kalender resmi, yang tidak membutuhkan penampakan bulan. Bulan-bulan yang ditetapkan, dan penanggalan tidak membutuhkan otoritas lebih lanjut dari Yudea. Pada waktu yang sama, akademi Yahudi di Tiberius mulai menyusun gabungan Mishnah, braitot, penjelasan, dan interpretasi yang dikembangkan oleh generasi ulama yang belajar setelah kematian Yehuda Hanasi. Teks ini diatur sesuai dengan urutan Mishna: setiap paragraf dari Mishnah diikuti oleh kompilasi dari semua interpretasi, cerita, dan tanggapan terkait dengan Mishnah. Teks ini disebut Talmud Yerusalem.

Orang-orang Yahudi dari Yudea medapatkan sedikit waktu jeda dari penganiayaan yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Julian yang murtad. Kebijakan Julian adalah mengembalikan kerajaan untuk Hellenisme dan ia mendorong orang-orang Yahudi untuk membangun kembali Yerusalem. Kekuasaan Julian berlangsung sebentar 361-363, orang-orang Yahudi tidak punya cukup waktu untuk bisa membangun kembali sebelum kekuasaan Kristen Romawi diambil alih. Mulai tahun 398M dengan konsekrasi St Yohanes Krisostomus sebagai Patriark, retorika Kristen terhadap Yahudi terus meningkat, ia menyampaikan khotbah dengan judul seperti "melawan Yahudi" dan "Di Patung, Homili 17," di mana John berkhotbah melawan "Kesesatan Yahudi". bahasa panas tersebut memberikan kontribusi terhadap iklim ketidakpercayaan Kristen dan kebencian terhadap permukiman Yahudi yang meluas, seperti yang terjadi di Antiokhia dan Konstantinopel.

Pada awal abad ke-5M, Kaisar Theodosius mengeluarkan serangkaian keputusan yang menetapkan penindasan resmi terhadap Yahudi. Yahudi tidak diizinkan untuk memiliki budak, membangun sinagog baru, memegang jabatan publik atau mengadili kasus-kasus antara orang Yahudi dan non Yahudi. Perkawinan antara orang Yahudi dan non Yahudi dianggap pelanggaran berat, seperti murtad berpindah agama dari kristen ke yahudi. Theodosius tidak jauh dengan Sanhedrin dan menghapuskan jabatan Nasi (pangeran/raja). Di bawah Kaisar Justinian, pihak berwenang lebih lanjut membatasi hak-hak sipil Yahudi dan mengancam hak-hak keagamaan mereka.

Kaisar ikut campur dalam urusan internal rumah ibadat dan melarang, misalnya, penggunaan bahasa Ibrani dalam ibadah ilahi. Mereka yang tidak menaati peraturan diancam dengan hukuman fisik, pengasingan, dan kehilangan harta benda. Orang-orang Yahudi di Borium, tidak jauh dari Syrtis Major, yang menolak Jenderal Belisarius Bizantium dalam kampanye melawan Vandal, dipaksa untuk memeluk Kristen, dan rumah ibadat mereka dikonversi menjadi sebuah gereja.

Kaisar Justinian dan penerusnya memiliki perhatian di luar provinsi Yudea dan ia memiliki pasukan cukup untuk menegakkan peraturan ini. Akibatnya, abad ke-5 adalah periode ketika gelombang sinagog baru dibangun, banyak dengan lantai mosaik yang indah. Yahudi mengadopsi bentuk seni yang kaya dari budaya Bizantium. Mosaik Yahudi periode ini menggambarkan orang, hewan, menorah, zodiak, dan karakter Alkitab. Contoh yang sangat baik dari lantai rumah ibadat ini telah ditemukan di Beit Alpha (yang mencakup adegan Abraham mengorbankan seekor domba jantan pengganti anaknya Ishak bersama dengan zodiak), Tiberius, Beit Shean, dan Tzippori.

Situasi genting Yahudi di bawah kekuasaan Byzantium tidak berlangsung lama, sebagian besar akibat ledakan agama Islam dari jazirah Arab jauh. Khilafah Muslim mengusir Bizantium dari Tanah Suci (atau Levant, yang didefinisikan sebagai Israel modern, Yordania, Lebanon dan Suriah) dalam beberapa tahun kemenangan mereka di Pertempuran Yarmouk pada 636. Banyak orang Yahudi melarikan diri dari wilayah Bizantium sisanya tetap tinggal di kekhalifahan selama berabad-abad berikutnya.

Jumlah komunitas Yahudi di Kekaisaran Bizantium tidak terpengaruh oleh upaya beberapa kaisar (terutama Justinian) yang memaksakan perpindahan agama Yahudi Anatolia menjadi Kristen, karena upaya ini hanya sedikit berhasil. Sejarawan terus melakukan penelitian tentang status orang-orang Yahudi di Asia Kecil pada masa pemerintahan Bizantium. Tidak ada catatan di Bizantium mengenai penganiayaan sistematis endemik pada waktu itu seperti yang terjadi di Eropa Barat (pogrom, penggantungan, pengusiran massal, dll). Sebagian besar penduduk Yahudi Konstantinopel tetap tinggal di tempat setelah penaklukan kota oleh Mehmet.

Pada abad ke 7 atau 8, bangsa Khazar, sebuah suku Turki, (selama kira-kira tiga abad (650-965) mendominasi wilayah yang luas membentang dari tanah padang Volga-Don ke Crimea timur dan Kaukasus utara) yang tampaknya telah masuk agama Yahudi. Kelengkapan bukti konversi ini tidak jelas. Disana memang telah ada populasi Yahudi di Krimea sejak era Helenistik, dan mungkin konversi telah diperkuat oleh pendatang Yahudi yang memasuki wilayah ini melalui imigran dari daerah kekuasaan Bizantium.

Sangat mungkin pada abad ke-4, Kerajaan Semien, negara Yahudi di Ethiopia modern telah didirikan yang berlangsung sampai abad ke-17.

Periode Islam di tanah Israel (638-1099)
Pada 638 Masehi Kekaisaran Bizantium kehilangan kendali atas Levant (Mediterania). Emporium Arab Islam di bawah Khalifah Umar menaklukkan Yerusalem dan tanah Mesopotamia, Suriah, Palestina dan Mesir. Di bawah berbagai rezim, orang-orang Yahudi mengalami pembantaian dan melarikan diri dari desa-desa pedalaman menuju pantai. Mereka kemudian dibujuk untuk kembali ke daratan setelah kota-kota pesisir telah dihancurkan. Setelah terjadi perubahan kekuasaan, orang-orang Yahudi masih menguasai sebagian besar perdagangan di Palestina. Menurut ahli geografi Arab Al-Muqaddasi, orang-orang Yahudi bekerja sebagai pembuat koin, pencelup, para penyamak kulit dan bankir di masyarakat. Selama periode Fatimiyah, banyak pejabat Yahudi diberikan tugas dalam rezim. Professor Moshe Gil mendokumentasikan bahwa pada saat peristiwa penaklukan oleh Arab pada abad ke-7, mayoritas penduduk adalah orang Yahudi. Selama periode ini orang-orang Yahudi tinggal dalam komunitas-komunitas yang berkembang di sepanjang Babilonia kuno. Pada periode Geonic (650-1250 M), Babel Yeshiva Akademi adalah pusat utama pengajaran Yahudi, sedangkan Geonim (seorang yang cemerlang "Splendor" atau " jenius") yang menjadi rektor sekolah tersebut, diakui sebagai otoritas tertinggi dalam hukum Yahudi.

Masa Keemasan Yahudi (711-1031)
The Golden Age (masa keemasan) budaya Yahudi di Spanyol bertepatan dengan abad pertengahan di Eropa, masa pemerintahan Muslim di sebagian besar Semenanjung Iberia (wilayah Spanyol dan Portugis) Selama waktu itu, orang-orang Yahudi diterima di masyarakat dan kehidupan agama, budaya, dan ekonomi Yahudi berkembang. Sebuah periode penuh toleransi sehingga hal ini menyadarkan orang-orang Yahudi dari Semenanjung Iberia, yang jumlahnya cukup banyak ditambah dengan imigrasi dari Afrika setelah penaklukan Muslim. Terutama setelah 912, pada masa pemerintahan Abd-ar-Rahman III dan putranya, Al-Hakam II, orang Yahudi menjadi makmur, mengabdikan diri untuk melayani Kekhalifahan Cordoba, mempelajari bidang sain serta perdagangan dan industri, terutama untuk perdagangan sutra dan perbudakan, hal ini membantu mempromosikan kemakmuran negara. Ekspansi ekonomi Yahudi tak tertandingi. Di Toledo, orang-orang Yahudi terlibat dalam menerjemahkan teks-teks Arab ke bahasa Romawi, serta menerjemahkan teks Yunani dan Ibrani ke dalam bahasa Arab. Yahudi juga memberikan kontribusi terhadap botani, geografi, kedokteran, matematika, puisi dan filsafat

Umumnya, orang-orang Yahudi diizinkan untuk mempraktikkan agama mereka dan hidup sesuai dengan hukum dan kitab suci dari komunitas mereka. Selain itu, pembatasan hanya mengatur aspek sosial dan bersifat simbolis daripada yang nyata dalam praktek. Artinya, peraturan ini berfungsi untuk mendefinisikan hubungan antara dua komunitas dan bukan untuk menindas penduduk Yahudi.

Pada masa kepemimpinan Abd al-Rahman dokter istana dan menteri adalah Hasdai ben Isaac ibn Shaprut, pelindung Menahem ben Saruq, Dunash ben labrat, dan sarjana Yahudi lainnya dan penyair. Pemikiran Yahudi selama periode ini berkembang di bawah tokoh-tokoh terkenal seperti Samuel Ha-Nagid, Musa ibn Ezra, Solomon ibn Gabirol Yehuda Halevi dan Moses Maimonides. Selama 'masa Abd al-Rahman berkuasa, sarjana Moses ben Henokh diangkat rabbi Córdoba, dan sebagai akibatnya al-Andalus menjadi pusat studi Talmud, dan Córdoba menjadi tempat pertemuan sarjana Yahudi.

The Golden Age berakhir dengan invasi Reconquista dan invasi Almohades. Hadirnya Yahudi dalam jumlah banyak di Iberia berlanjut sampai orang-orang Yahudi secara paksa diusir secara massal karena perintah pengusiran oleh Christian Spanyol pada tahun 1492 dan keputusan serupa oleh Christian Portugal di 1496.

Periode Tentara Salib di tanah Israel (1099-1260)
Pada 1099, orang-orang Yahudi membantu orang-orang Arab untuk membela Yerusalem melawan Tentara Salib. Ketika kota itu jatuh, Tentara Salib mengumpulkan banyak orang Yahudi di rumah ibadat dan membakarnya. Di Haifa, orang-orang Yahudi hampir sendirian membela kota melawan Tentara Salib, bertahan selama sebulan, (Juni-Juli 1099). Pada masa ini terdapat komunitas Yahudi yang tersebar di seluruh negeri, termasuk Yerusalem, Tiberias, Ramleh, Ashkelon, Kaisarea, dan Gaza. Sebagai orang-orang Yahudi tidak diizinkan untuk memiliki tanah selama periode Tentara Salib, mereka bekerja pada sektor perdagangan dan ekonomi di kota-kota pesisir selama masa ketenangan. Sebagian besar pengrajin: kaca di Sidon, pakaian bulu dan pencelup di Yerusalem.

Selama periode ini, Masoret dari Tiberias (pesisir utara laut Galilea) menetapkan ortografi bahasa Ibrani atau niqqud, sistem poin vokal diakritik yang digunakan dalam abjad Ibrani. Banyak piyutim (puisi/syair) dan midrashim (Holy writ/kitab suci) tercatat di Palestina saat ini. Maimonides menulis bahwa pada 1165 ia mengunjungi Yerusalem dan pergi ke Temple Mount (al Quds), di mana ia berdoa di "rumah suci agung". Maimonides menetapkan hari peringatan/(holiday) tahunan untuk dirinya dan anak-anaknya, tanggal 6 Cheshvan untuk memperingati hari ia naik untuk berdoa di Temple Mount (al Quds), dan yang lain, tanggal 9 Cheshvan untuk memperingati hari ia layak untuk berdoa di Gua para Leluhur di Hebron.

Pada 1141 Yehuda Halevi mengeluarkan ajakan untuk orang-orang Yahudi untuk beremigrasi ke tanah Israel dan mengambil perjalanan panjang sendiri. Setelah perjalanan yang dilanda badai dari Córdoba, ia tiba di Alexandria Mesir, di mana ia disambut dengan antusias oleh teman-teman dan pemujanya. Di Damietta (Dumyat, Mesir), ia harus berjuang melawan perasaannya, permohonan temannya Halfon ha-Levi, bahwa dia diminta untuk tetap berada di Mesir, di mana ia akan bebas dari penindasan yang tidak toleran. Dia mulai menempuh jalur darat kasar. Di sepanjang jalan dia bertemu dengan orang-orang Yahudi di Tirus dan Damaskus. Legenda Yahudi menceritakan bahwa saat ia datang mendekati Yerusalem, ia dilumpuhkan oleh pemandangan Kota Kudus, dia menyanyikan elegi yang paling cantik, merayakan "Zionide" the (Zion ha-lo Tish'ali). Pada saat itulah, seorang Arab memacu kudanya keluar dari pintu gerbang dan menabraknya, dia tewas dalam kecelakaan.

Periode Mamluk di tanah Israel (1260-1517)
Pada tahun-tahun 1260-1516, tanah Israel adalah bagian dari Kekaisaran Mamluk, yang memerintah pertama dari Turki, kemudian dari Mesir. Perang, pemberontakan, pertumpahan darah dan kehancuran mengikuti Maimonides. Yahudi menderita penganiayaan dan penghinaan, tetapi catatan mereka yang selamat setidaknya ada 30 komunitas masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan Yahudi pada permulaan abad ke-16.

Nahmanides (Moses ben Naḥman Girondi) tercatat menetap di Kota Tua Yerusalem pada tahun 1267. Dia pindah ke Acre (Israel Utara, pantai Haifa), di mana ia aktif dalam menyebarkan pembelajaran Yahudi, yang pada waktu itu diabaikan di Tanah Suci. Dia mengumpulkan lingkaran murid di sekelilingnya, dan orang-orang datang berbondong-bondong, bahkan dari wilayah Efrat, untuk mendengarnya. Karaites dikatakan telah disajikan dalam pengajaran, di antaranya Aaron ben Joseph Senior (the elder). Ia kemudian menjadi salah satu pakar Karaite terbesar.

Tak lama setelah Nahmanides tiba di Yerusalem, ia mengirimkan surat kepada anaknya Nahman, di mana ia menggambarkan hancuran dari Kota Suci. Pada saat itu, hanya ada dua orang Yahudi diantara penduduk Yerusalem, dua bersaudara, penjual jasa celupan. Dalam surat lainnya dari Acre, Nahmanides menasihati anaknya untuk menumbuhkan kerendahan hati, yang ia anggap sebagai yang utama dari kebajikan. Pada saat lain, ditujukan kepada putra keduanya, yang menduduki posisi resmi di pengadilan Castilia, Nahmanides menyarankan pembacaan doa-doa harian dan memperingatkan terhadap amoralitas. Nahmanides meninggal pada usia tujuh puluh enam, dan jenazahnya dimakamkan di Haifa, dekat makam Yechiel of Paris.

Yechiel beremigrasi ke Acre pada tahun 1260, bersama dengan anaknya dan sekelompok besar pengikut. Di sana ia mendirikan akademi Tamudic Midrash hagadol d'Paris. Dia diyakini telah meninggal di sana antara 1265 dan 1268. Pada 1488 Obaja ben Abraham, komentator pada Mishnah, tiba di Yerusalem, ini menandai periode baru kembali untuk komunitas Yahudi di negeri itu.

Spanyol, Afrika Utara dan Timur Tengah
Selama Abad Pertengahan, orang Yahudi umumnya bernsib lebih baik diperlakukan oleh penguasa Islam daripada Kristen. Meskipun menjadi warga kelas dua, setidaknya Yahudi memainkan peran menonjol di pengadilan Muslim, dan mengalami "Golden Age" di Moor Spanyol sekitar 900-1100, meskipun situasi memburuk setelah itu. Kerusuhan yang mengakibatkan kematian orang Yahudi memang ada namun itu terjdi di Afrika Utara selama berabad-abad dan terutama di Maroko, Libya dan Aljazair, di mana pada akhirnya orang-orang Yahudi dipaksa untuk hidup di ghetto (pemukiman khusus Yahudi). Selama abad ke-11, umat Islam di Spanyol melakukan pogrom (kerusuhan kekerasan atau penganiayaan etnis atau agama) terhadap orang Yahudi; terjadi di Cordoba pada 1011 dan di Granada pada tahun 1066.

Selama Abad Pertengahan, pemerintah Mesir, Suriah, Irak dan Yaman memberlakukan keputusan memerintahkan penghancuran sinagog. Pada waktu-waktu tertentu, orang-orang Yahudi dipaksa masuk Islam atau menghadapi kematian di beberapa daerah Yaman, Maroko dan Baghdad. Muwahidun, yang telah menguasai sebagian besar Iberia Islam pada 1172, melampaui Almoravides (al-Murabitun) dalam pandangan fundamentalis. Mereka memperlakukan dzimmi dengan kasar. Mereka mengusir orang-orang Yahudi dan Kristen dari Maroko dan Spanyol Islam. Dihadapkan dengan pilihan kematian atau konversi, banyak orang Yahudi beremigrasi. Beberapa diantaranya, seperti keluarga Maimonides, melarikan diri ke selatan dan timur ke negeri-negeri Muslim yang lebih toleran, sementara yang lain pergi ke utara untuk menetap di wilayah kristen yang sedang berkembang.

Eropa
Menurut penulis Amerika James Carroll, "Yahudi menyumbang 10% dari total penduduk Kekaisaran Romawi”. Dengan rasio itu, jika faktor-faktor lain tidak campur tangan, akan ada 200 juta orang Yahudi di dunia saat ini, bukan 13 juta.

Populasi Yahudi telah ada di Eropa, terutama di daerah bekas Kekaisaran Romawi, dari zaman sangat awal. Laki-laki Yahudi yang beremigrasi, kadang-kadang mengambil istri dari penduduk lokal, seperti yang ditunjukkan oleh lebih beragamnya MtDNA, dibandingkan Y-DNA diantara populasi Yahudi. Kelompok-kelompok ini bergabung sebagai pedagang dan kemudian menjadi anggota diaspora. Jejak komunitas Yahudi di Perancis dan Jerman tercatat dari abad ke-4, dan komunitas Yahudi yang besar di Spanyol tercatat lebih awal dari itu.

Sejarawan Norman Cantor dan ilmuan abad ke-20 lainnya membantah anggapan umum bahwa Abad Pertengahan adalah waktu yang seragam dalam masa kesulitan bagi orang-orang Yahudi. Sebelum Gereja menjadi sepenuhnya diatur sebagai sebuah institusi dengan berbagai peningkatan aturan, masyarakat abad pertengahan awal adalah masyarakat yan toleran. Antara Tahun 800 sampai 1100, diperkirakan 1,5 juta orang Yahudi tinggal di wilayah Eropa Kristen. Karena mereka bukan Kristen, mereka tidak dimasukkan sebagai sebuah divisi dari sistem feodal; pendeta, ksatria dan budak. Ini berarti bahwa mereka tidak harus memenuhi tuntutan penindasan sebagai tenaga kerja dan wajib militer bagi rakyat jelata Kristen yang menderita. Dalam hubungannya dengan masyarakat Kristen, orang-orang Yahudi dilindungi oleh raja-raja, pangeran dan para uskup, karena layanan penting yang mereka berikan dalam tiga bidang: dokter, keuangan, administrasi dan sebagai.

Ilmuan Kristen tertarik kepada injil dan mengkonsultasikannya kepada rabi Talmud. Sebagaimana Gereja Katolik Roma diperkuat sebagai institusi, perintah pewartaan Fransiskan dan Dominika didirikan, dan ada peningkatan kompetisi kelas menengah di kota-kota berpenduduk Kristen. Pada 1300, para biarawan dan imam lokal mementaskan drama kesengsaraan selama Pekan Suci, yang menggambarkan orang-orang Yahudi (dalam gaun kontemporer) membunuh Kristus, menurut kisah Injil. pada periode ini, penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan deportasi menjadi endemik. Sekitar 1500 orang-orang Yahudi menemukan tempat yang relatif aman dan perubahan kesejahteraan di sebuah tempat yang kini dinamakan Polandia.

Setelah Tahun 1300an, orang-orang Yahudi lebih menderita akibat diskriminasi dan penindasan di Eropa Kristen. Umat Katolik dilarang oleh gereja meminjamkan uang untuk mendapatkan bunga, akibatnya beberapa orang Yahudi menjadi rentenir menonjol. Penguasa Kristen secara bertahap melihat keuntungan memiliki kelas ini, yang bisa memasok modal untuk mereka gunakan dengan konpensasi tidak dikenakan ekskomunikasi (pengasingan). Akibatnya, perdagangan uang dari Eropa Barat menjadi spesialisasi orang Yahudi. Namun, hampir selalu misalnya ketika orang-orang Yahudi memperoleh uang dalam jumlah besar melalui transaksi perbankan, selama hidup mereka atau pada saat kematian mereka, raja akan merampasnya. Yahudi menjadi "servi cameræ"/pelayan kerajaan, milik Raja, yang mungkin mereka mempersembahkan diri dan harta benda mereka kepada para pembesar atau kota

Yahudi sering sekali dibantai dan diasingkan dari berbagai negara Eropa. Penganiayaan mencapai puncaknya pertama kali selama Perang Salib. Dalam Perang Salib Pertama (1096) masyarakat Yahudi yang sedang berkembang di Rhine dan Danube benar-benar dihancurkan. Dalam Perang Salib Kedua (1147) orang-orang Yahudi di Perancis sering menjadi sasaran pembantaian. Orang-orang Yahudi juga menjadi sasaran serangan oleh Gembala 'Perang Salib dari 1251 dan 1320. Perang Salib diikuti oleh pengusiran, termasuk pada 1290, mengusir semua orang Yahudi dari Inggris, pada tahun 1396, 100.000 orang Yahudi diusir dari Perancis, dan pada 1421, ribuan orang diusir dari Austria. Sepanjang waktu itu banyak orang Yahudi dari Eropa, melarikan diri atau diusir, bermigrasi ke Polandia, di mana mereka menjadi makmur dan mendapatkan masa keemasannya.

Periode Modern Awal
Sejarawan yang mempelajari Yahudi modern telah mengidentifikasi empat jalan yang berbeda dimana orang-orang Yahudi Eropa menjadi ‘modern’ dan dengan demikian terintegrasi ke dalam arus utama masyarakat Eropa. Pendekatan yang umum adalah melihat proses melalui lensa masa Pencerahan Eropa dimana orang Yahudi menemukan harapan dan tantangan yang ditimbulkan oleh emansipasi politik. Para sarjana yang menggunakan pendekatan ini telah berfokus pada dua jenis tipe social perubahan pola pikir yang menyebabkan kemerosotan tradisi Yahudi dan sebagai agen perubahan besar dalam budaya Yahudi yang menyebabkan runtuhnya ghetto. Yang pertama dari dua jenis sosial ini adalah Dewan Yahudi yang digambarkan sebagai pelopor dari orang Yahudi modern, telah mencapai integrasi dengan partisipasi dalam ekonomi dewan masyarakat proto-kapitalis negara-negara Eropa tengah seperti Kekaisaran Habsburg.

Dewan Yahudi
Dewan Yahudi adalah bankir Yahudi atau pengusaha yang meminjamkan uang dan menangani keuangan dari beberapa rumah bangsawan Kristen Eropa. Contohnya apa yang kemudian disebut Dewan Yahudi muncul ketika penguasa lokal menggunakan jasa para bankir Yahudi untuk pinjaman jangka pendek. Mereka meminjamkan uang kepada bangsawan dan dalam proses memperoleh pengaruh sosial. Bangsawan pelanggan Dewan Yahudi mempekerjakan mereka sebagai pemodal, pemasok, diplomat dan delegasi perdagangan.

Iberia
Selama masa Renaisans Eropa, yang terburuk dari pengusiran terjadi setelah Reconquista dari Andalus, yaitu Moor atau yang dikenal pemerintahan Islam Arab dari Spanyol. Pengusiran oleh para penguasa Muslim terakhir dari Grenada pada tahun 1492, diikuti Inkuisisi Spanyol seluruh orang Yahudi Sephardic penduduk Spanyol sekitar 200.000 telah diusir. Hal ini diikuti oleh pengusiran tahun 1493 di Sisilia (37.000 orang Yahudi) dan Portugal di 1496. Orang-orang Yahudi Spanyol diusir melarikan diri terutama ke Kekaisaran Ottoman, Belanda, dan Afrika Utara, yang lain bermigrasi ke Eropa Selatan dan Timur Tengah.

Pelabuhan Yahudi (Fort Jew)
Konsep Pelabuhan Yahudi (Port Jew) adalah tipe masyarakat yang menggambarkan orang-orang Yahudi yang terlibat dalam pelayaran dan ekonomi maritim Eropa, terutama di abad 17 dan 18. Helen Fry menunjukkan bahwa mereka dapat dianggap sebagai "Yahudi modern awal". Menurut Fry, Pelabuhan Yahudi awalnya sering kedatangan "pengungsi dari Inkuisisi" dan usiran Yahudi dari Iberia. Mereka diizinkan untuk menetap di kota-kota pelabuhan sebagai pedagang yang diberikan izin untuk berdagang di pelabuhan seperti Amsterdam, London, Trieste dan Hamburg. Fry mencatat bahwa hubungan mereka dengan Diaspora Yahudi dan keahlian mereka dalam perdagangan maritim membuat mereka menarik bagi pemerintah merkantilis (kapitalis) dari Eropa. Lois Dubin menggambarkan Pelabuhan Yahudi sebagai Saudagar Yahudi yang “bernilai untuk keterlibatan mereka dalam perdagangan maritim internasional di mana kota-kota mulai berkembang". Sorkin dan yang lain telah menandai profil sosial-budaya orang-orang ini sebagai bentuk fleksibilitas terhadap agama dan bersifat kosmopolis yang tidak masuk kriteria bagi kedua identitas Yahudi sebelumnya, tradisional dan 'tercerahkan'.

Kekaisaran Ottoman
Selama periode Ottoman Klasik (1300-1600), orang-orang Yahudi, bersama-sama dengan sebagian besar masyarakat lainnya, menikmati tingkat kemakmuran tertentu. Dibandingkan dengan subyek Ottoman lainnya, mereka adalah kekuatan dominan dalam bisnis dan perdagangan serta dalam diplomasi dan jabatan tinggi lainnya. Pada abad ke-16 terutama orang-orang Yahudi yang paling menonjol di bawah millets (millah), puncak kejayaan dari pengaruh Yahudi bisa dibilang saat penunjukan Joseph Nasi ke Sanjak-bey (semacam gubernur, jabatan yang biasanya hanya diberikan kepada umat Islam) dari pulau Naxos.

Pada saat Perang Yarmuk ketika Levant berada di bawah pemerintahan Muslim, tiga puluh komunitas Yahudi ada di Haifa, Sh'chem, Hebron, Ramleh, Gaza, Yerusalem, dan banyak di utara. Safed menjadi pusat spiritual bagi orang-orang Yahudi dan Shulchan Aruch disusun sebanyak dan sebaik teks Kabbalistik. Percetakan pertama berbahasa Ibrani, dan cetakan pertama di Asia Barat dimulai pada 1577

Yahudi tinggal di wilayah geografis Asia Kecil (Turki modern, tetapi lebih tepatnya wilayah Anatolia atau Asia Kecil) selama lebih dari 2.400 tahun. Kemakmuran awal pada zaman Helenistik telah memudar di bawah kekuasaan Bizantium Kristen, tetapi pulih sedikit di bawah kekuasaan berbagai pemerintah Muslim yang menggantikannya dan berhasil menjalankan pemerintahan Konstantinopel. Untuk sebagian besar periode Ottoman, Turki adalah tempat yang aman bagi orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari penganiayaan dan terus memiliki populasi Yahudi kecil hingga hari ini. Situasi di mana orang-orang Yahudi dapat menikmati kemakmuran budaya dan ekonomi pada saat yang bersamaan, namun secara luas dianiaya di lain waktu yang dirangkum oleh GE von Grunebaum.

Adalah tidak sulit untuk mengumpulkan nama-nama yang banyak bahkan sangat banyak subyek Yahudi atau warga negara Yahudi dari wilayah Islam yang telah mencapai posisi tinggi, berkuasa, punya pengaruh finansial yang besar, pencapaian intelektual yang signifikan dan diakui, dan hal yang sama bisa juga dilakukan bagi orang Kristen. Tapi juga tidak akan sulit untuk mengkompilasi sebuah daftar panjang dari penganiayaan, penyitaan sewenang-wenang, pemaksaan keyakinan, atau pogrom.

Polandia-Lithuania
Pada abad ke-17, ada banyak populasi Yahudi yang signifikan di Eropa Barat. Polandia relatif toleran dan memiliki populasi Yahudi terbesar di Eropa yang tercatat di abad ke-13 dan menikmati relatif kemakmuran dan kebebasan selama hampir empat ratus tahun, namun situasi tenang di sana berakhir ketika Yahudi Polandia dan Lithuania dibantai sebanyak ratusan ribu oleh Cossack selama pemberontakan Chmielnicki (1648) dan oleh perang Swedia (1655). Didorong oleh hal ini dan penganiayaan lainnya, orang-orang Yahudi pindah kembali ke Eropa Barat pada abad ke-17. Larangan terakhir pada orang-orang Yahudi (oleh Inggris) dicabut pada 1654, tetapi pengusiran periodik dari kota-kota individual masih terjadi, dan orang-orang Yahudi sering dibatasi dari kepemilikan tanah, atau terpaksa tinggal di ghetto.

Dengan adanya pemisahan Polandia di akhir abad 18, penduduk Yahudi terpecah antara Kekaisaran Rusia, Austro-Hongaria, dan Prusia, yang membagi Polandia untuk diri mereka sendiri.

Eropa Pencerahan dan Haskalah (abad ke-18)
Selama periode kebangkitan dan Pencerahan Eropa, perubahan signifikan terjadi dalam komunitas Yahudi. Gerakan Haskalah pada abad ke-18 berbarengan dengan meluasnya masa Pencerahan, sebagaimana orang-orang Yahudi mulai mengkampanyekan penolakan terhadap hukum yang mengekang dan berintegrasi ke dalam masyarakat Eropa yang lebih luas. Pendidikan sekuler dan ilmiah telah ditambahkan ke pelajaran agama tradisional yang harus diterima oleh siswa, dan perhatian terhdap identitas Yahudi nasional, termasuk mulai tumbuhnya kebangkitan dalam studi sejarah Yahudi dan Ibrani. Haskalah melahirkan gerakan reformasi dan konservatif dan menanam bibit Zionisme sementara pada saat yang sama mendorong asimilasi budaya ke negara-negara di mana orang Yahudi tinggal.

Pada waktu yang sama gerakan lain lahir, satu seruan yang hampir bertolakbelakang dengan Haskalah, Hasidc Yudaisme (Yahudi Hasidi). Yahudi Hasidik dimulai pada abad ke-18 oleh Rabbi Israel Baal Shem Tov, dan dengan cepat memperoleh pengikut melalui pendekatan agama yang lebih mistis. Kedua gerakan itu dimana pendekatan tradisional ortodoks Yudaisme yang menjadi rujukannya telah membentuk dasar untuk divisi Yahudi modern.

Pada saat yang sama, dunia luar telah berubah, dan dimulainya perdebatan tentang potensi partisipasi orang-orang Yahudi (memberikan mereka hak yang sama) telah dimulai. Negara pertama yang melakukannya adalah Perancis pada Revolusi Perancis tahun 1789. Meski begitu, orang-orang Yahudi diharapkan untuk berintegrasi, tidak melanjutkan tradisi mereka. Ambivalensi ini ditunjukkan dalam pidato terkenal Clermont-Tonnerre di hadapan Majelis Nasional pada 1789.

“Kita harus menolak segala bentuk Yahudi sebagai sebuah bangsa namun dapat menerima Yahudi sebagai individu. Kita harus menarik kewenangan dari hakim mereka, dan mereka hanya boleh memiliki hakim kita. Kita harus menolak perlindungan hukum untuk memelihara apa yang disebut Yahudi sebgai sebuah organisasi, mereka tidak akan diizinkan untuk membentuk di dalam negara baik lembaga politik ataupun perintah. Mereka harus menjadi warga negara individual. Namun, beberapa orang akan berkata kepada saya, mereka tidak ingin menjadi warga negara. Kalau begitu! Jika mereka tidak ingin menjadi warga negara, mereka harus mengatakannya, dan kemudian, kita harus mengusir mereka. Adalah hal yang salah sebuah negara memiliki rakyat non-warga negara, dan negara didalam negara ..”

Hasidic Judaism
Hasid Yudaisme adalah cabang dari Yahudi Ortodoks yang mempromosikan spiritualitas dan kebahagiaan dengan mempopulerkan dan internalisasi mistisisme Yahudi sebagai aspek fundamental dari iman Yahudi. Hasidisme merupakan bagian dari Ultra-Ortodoks kontemporer Yudaisme, di samping pendekatan Lithuania-Yeshiva Talmud dan tradisi Oriental Sephardi.

Yahudi Hasidik didirikan pada abad ke-18 di Eropa Timur oleh Rabbi Israel Baal Shem Tov sebagai reaksi terhadap Yudaisme yang terlalu legalistik. Berlawanan dengan pakem Yahudi sebelumnya, ajaran Hasidik menghargai ketulusan dan kesucian yang tersembunyi dari rakyat biasa yg tidak terpelajar, dan kesetaraan mereka dengan elit cendekia. Penekanan pada kehadiran Ilahiah imanen dalam segala hal memberikan nilai baru untuk doa dan perbuatan baik, bersama studi keagungan kerabian, mengganti mistisme sejarah (Kabbalistik) dan etika (Musar) asketisme dan teguran dengan optimisme, dorongan, dan semangat harian.

Kebangkitan emosional populis ini disertai elit ideal yang menghapuskan paradoks Ilahi Panentheisme, melalui artikulasi intelektual dimensi batin pemikiran mistis. Penyesuaian nilai-nilai Yahudi diupayakan melalui menambahkan standar yang dibutuhkan dalam ketaatan ritual, melalui relaksasi orang-orang didominasi secara inspirasional. Melalui pertemuan komunal merayakan lagu rohani dan bercerita sebagai bentuk pengabdian mistik


ABAD KE-19

Meskipun penganiayaan masih ada, kebebasan menyebar ke seluruh Eropa di abad ke-19. Napoleon menyerukan orang-orang Yahudi untuk meninggalkan ghetto di Eropa dan mencari perlindungan di rezim politik baru yang lebih toleran yang menawarkan kesetaraan berdasarkan UU Napoleon. Pada tahun 1871, dengan kebebasan Yahudi Jerman, setiap negara Eropa kecuali Rusia telah membebaskan Yahudinya.

Meskipun terjadi peningkatan integrasi orang-orang Yahudi dengan masyarakat sekuler, bentuk baru anti-Semitisme muncul, didasarkan pada ide-ide dari ras dan kebangsaan daripada kebencian terhadap agama Abad Pertengahan. Bentuk anti-Semitisme berpendapat bahwa Yahudi adalah ras yang terpisah dan lebih rendah dari orang-orang Arya dari Eropa Barat, dan menyebabkan munculnya partai-partai politik di Perancis, Jerman, dan Austria-Hungaria yang berkampanye pada platform membalikan kebebasan. Bentuk anti-Semitisme sering muncul dalam budaya Eropa, yang paling terkenal di Pengadilan Dreyfus di Perancis. Penindasan ini, bersama dengan pogrom yang disponsori negara Rusia pada akhir abad ke-19, membuat sejumlah orang Yahudi percaya bahwa mereka hanya akan aman di negara mereka sendiri. Lihat Theodor Herzl dan Sejarah Zionisme.

Selama periode ini, migrasi Yahudi ke Amerika Serikat menciptakan sebuah komunitas baru yang besar dan sebagian besar telah bebas dari pembatasan yang terjadi di Eropa. Lebih dari 2 juta orang Yahudi tiba di Amerika Serikat antara tahun 1890 dan 1924, sebagian besar dari Rusia dan Eropa Timur. Kasus serupa terjadi di ujung selatan benua itu, khususnya di negara-negara Argentina dan Uruguay.

Yahudi Modern
Selama 1870-an dan 1880-an penduduk Yahudi di Eropa mulai lebih aktif membahas imigrasi kembali ke Israel dan pembentukan kembali Bangsa Yahudi di tanah air nasional, memenuhi nubuat Alkitab yang berhubungan dengan Shivat Tzion. Pada tahun 1882 untuk pertama kalinya pemukiman Zionis Rishon LeZion didirikan oleh imigran yang berasal dari gerakan "Hovevei Zion". Kemudian, gerakan "Bilu" mendirikan banyak pemukiman lain di tanah Israel.

Gerakan Zionis didirikan secara resmi setelah konvensi Kattowitz (1884) dan Kongres Zionis Dunia (1897), Theodor Herzl yang memulai perjuangan untuk mendirikan negara bagi orang Yahudi.

Setelah Perang Dunia Pertama, tampaknya bahwa kondisi untuk mendirikan negara tersebut telah tiba: Britania Raya merebut Palestina dari Kekaisaran Ottoman dan orang-orang Yahudi menerima janji "Home Nasional" dari Inggris pada Deklarasi Balfour tahun 1917, yang diberikan kepada Chaim Weizmann.

Pada tahun 1920 Mandat Britania atas Palestina dimulai dan pro-Yahudi Herbert Samuel diangkat sebagai Komisioner Tinggi di Palestina, Universitas Ibrani Yerusalem didirikan dan beberapa gelombang imigrasi Yahudi besar ke Palestina terjadi. Penduduk Arab Palestina tidak menyukai meningkatnya imigrasi Yahudi dan mulai menentang pemukiman Yahudi dan kebijakan pro-Yahudi dari pemerintah Inggris dengan cara kekerasan.

Geng Arab mulai melakukan tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap konvoi dan pada penduduk Yahudi. Setelah kerusuhan Arab 1920 dan kerusuhan Jaffa 1921, kepemimpinan Yahudi di Palestina percaya bahwa Inggris tidak memiliki keinginan untuk menghadapi geng lokal Arab atas serangan mereka pada orang-orang Yahudi Palestina. Percaya bahwa mereka tidak bisa bergantung pada pemerintah Inggris untuk perlindungan dari geng ini, kepemimpinan Yahudi menciptakan organisasi Haganah untuk melindungi peternakan dan Kibbutz (pemukiman) mereka.

Kerusuhan besar terjadi pada 1929 kerusuhan Palestina dan pemberontakan Arab di Palestina pada 1936-1939.

Disebabkan meningkatnya kekerasan, Inggris secara bertahap mulai mundur dari ide asal pembentukan negara Yahudi dan berspekulasi tentang solusi dua negara atau negara Arab yang akan memiliki minoritas Yahudi.

Sementara itu, banyak orang Yahudi dari Eropa dan Amerika Serikat memperoleh keberhasilan dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya dan ekonomi. Di antara mereka yang umumnya dianggap yang paling terkenal adalah ilmuwan Albert Einstein dan filsuf Ludwig Wittgenstein. Sebuah jumlah yang tidak proporsional dari pemenang Hadiah Nobel saat ini adalah Yahudi, seperti yang masih terjadi. Di Uni Soviet, banyak orang Yahudi yang terlibat dalam Revolusi Oktober dan bergabung di partai komunis.

The Holocaust
Pada tahun 1933, dengan munculnya kekuasaan Adolf Hitler dan partai Nazi di Jerman, situasi Yahudi menjadi lebih parah. Krisis ekonomi, undang-undang anti-ras Semit, dan ketakutan akan perang yang akan terjadi menyebabkan banyak orang Yahudi melarikan diri dari Eropa ke Palestina, ke Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Pada tahun 1939 Perang Dunia II dimulai dan sampai tahun 1941 Hitler menduduki hampir seluruh Eropa, termasuk di Polandia dimana jutaan orang Yahudi tinggal pada saat itu-dan juga di Perancis. Pada tahun 1941, setelah invasi Uni Soviet, Solusi Akhir dimulai, operasi terorganisir yang ekstensif pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, ditujukan untuk pemusnahan orang-orang Yahudi, dan mengakibatkan penganiayaan dan pembunuhan orang Yahudi dalam politik Eropa, termasuk Eropa Afrika Utara (pro-Nazi Afrika Vichy-utara dan Italia Libya). Genosida ini, di mana kira-kira enam juta orang Yahudi dibunuh secara metodis dan dengan kekejaman yang mengerikan, yang dikenal sebagai The Holocaust atau Shoah (istilah Ibrani). Di Polandia saja, lebih dari satu juta orang Yahudi dibunuh di kamar gas di kamp konsentrasi Auschwitz..

Skala besar Holocaust, dan kengerian yang terjadi selama ini, sangat mempengaruhi bangsa Yahudi dan opini publik dunia, yang hanya memahami dimensi dari Holocaust setelah perang. Setelah perang, adanya upaya meningkat untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina.

Pendirian Negara Israel
Pada tahun 1945 organisasi perlawanan Yahudi di Palestina bersatu dan mendirikan Gerakan Perlawanan Yahudi. Gerakan mulai menyerang otoritas Inggris. Setelah pemboman King David Hotel, Chaim Weizmann, presiden WZO mengimbau gerakan untuk menghentikan semua kegiatan militer lebih lanjut sampai keputusan akan dicapai oleh Agen Yahudi. Agen Yahudi (The Jewish Agency) mendukung rekomendasi Weizmann untuk menghentikan kegiatan, keputusan yang dengan enggan diterima oleh Haganah, tetapi tidak oleh Irgun dan Lehi. The Jewish Resistance Movement (JRM) dibubarkan dan masing-masing kelompok pendiri melanjutkan operasi sesuai dengan kebijakan mereka sendiri.

Para pemimpin Yahudi memutuskan untuk memusatkan perjuangan dalam hal membawa imigrasi ilegal ke Palestina dan mulai mengatur sejumlah besar pengungsi perang Yahudi dari Eropa tanpa persetujuan dari pemerintah Inggris. Imigrasi ini berkontribusi besar terhadap pemukiman Yahudi di Israel dalam terbentuknya opini publik dunia dan pemerintah Inggris memutuskan untuk membiarkan PBB memutuskan nasib Palestina.

Pada tanggal 29 November 1947, Majelis Umum PBB mengadopsi Resolusi 181 (II) merekomendasikan membagi Palestina menjadi negara Arab, negara Yahudi dan Kota Yerusalem. Para pemimpin Yahudi menerima keputusan ini tetapi Liga Arab dan kepemimpinan Arab Palestina menentangnya. Setelah periode perang sipil 1948 Perang Arab-Israel mulai.

Di tengah perang, setelah tentara terakhir dari mandat Inggris meninggalkan Palestina, David Ben-Gurion memproklamasikan pada 14 Mei 1948, pembentukan sebuah negara Yahudi di Eretz Israel dikenal sebagai Negara Israel. Pada tahun 1949 perang berakhir dan negara Israel mulai membangun negara dan menyerap gelombang besar ratusan ribu orang Yahudi dari seluruh dunia.

Sejak tahun 1948, Israel telah terlibat dalam serangkaian konflik militer besar, termasuk:

  • Krisis Suez 1956, 
  • Perang Enam Hari 1967, 
  • Perang Yom Kippur 1973, 
  • Perang Lebanon 1982, dan 
  • Perang Lebanon 2006, serta serangkaian konflik kecil yang hampir secara konstan berkelanjutan. 
Sejak tahun 1977, upaya diplomatik yang berkelanjutan yang sebagian besar tidak berhasil telah dimulai oleh Israel, organisasi Palestina, tetangga mereka, dan pihak lain, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk membawa proses perdamaian guna menyelesaikan konflik antara Israel dan para tetangganya, terutama menyangkut nasib rakyat Palestina.


ABAD KE-21

Saat ini, Israel adalah negara demokrasi parlementer dengan populasi lebih dari 8 juta orang, di antaranya sekitar 6 juta Yahudi. Komunitas Yahudi terbesar berada di Israel dan Amerika Serikat, dengan komunitas besar berada di Perancis, Argentina, Rusia, Inggris, dan Kanada.

The Jewish Autonomous Oblast (Provinsi Otonomi Yahudi), diciptakan selama periode Soviet, tetap menjadi provinsi otonom dari negara Rusia. Kepala Rabbi Birobidzhan, Mordechai Scheiner, mengatakan ada 4.000 orang Yahudi tinggal di ibu kota. Gubernur Nikolay Mikhailovich Volkov telah menyatakan bahwa ia berniat untuk, "mendukung setiap inisiatif berharga yang dikelola oleh organisasi-organisasi Yahudi lokal kami". The Synagogue Birobidzhan dibuka pada tahun 2004 pada peringatan 70 tahun berdirinya kawasan ini pada tahun 1934.



Disclaimer:

  • Artikel Ini adalah hasil terjemah "semi bebas" dari tulisan di wikipedia berjudul Jewish History 
  • Mengingat latar belakang penerjemah yang tidak punya background pendidikan ataupun pelatihan bahasa inggris, maka terjemahan ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan mungkin banyak mengandung kekeliruan
  • Kutipan untuk kepentingan ilmiah disarankan untuk merujuk kepada sumber aslinya


[Sumber: Wiki Jewish History | Alihbahasa: Aceng Imam | Kompasiana]

Baca Juga

Tidak ada komentar